Jumat, 29 Agustus 2025

Hidup Ditindas Mati Dilindas

 Pengemudi ojek online tewas dilindas rantis Brimob, berbagai pihak tuntut polisi 'transparan dalam penyelidikan'


Berbagai kalangan menuntut agar polisi bersikap transparan dalam menyelidiki tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, akibat dilindas kendaraan rantis Brimob. Presiden Prabowo berjanji mengusut tuntas insiden ini.



Tuntutan itu antara lain disuarakan ratusan orang pengemudi ojek online.


Mereka mendatangi Markas Brimob Polda Metro Jaya di Jalan Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (29/08).


Intinya mereka meminta jaminan atau kepastian bahwa anggota Brimob yang berada di dalam kendaraan taktis Brimob dihukum berat.


Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto berjanji mengusut tuntas dan transparan agar petugas yang terlibat bertanggungjawab.


"Seandainya ditemukan mereka berbuat di luar kepatutan dan ketentuan yang berlaku akan kita ambil tindakan sekeras-kerasnya sesuai hukum yang berlaku," kata Presiden Prabowo, Jumat (29/08).



Di depan markas Brimob Polda Metro Jaya, Galuh, pengemudi ojol berusia 42 tahun, meminta pembunuhan Affan Kurniawan diusut sampai tuntas, termasuk pemberian hukuman setimpal bagi para pengemudi barakuda yang melindas tubuh Affan, Kamis (28/5) malam.


"Jangan sampai dilindungi. Harus dihukum seadil-adilnya," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Faisal Irfani, di sekitar Mako Brimob, Jumat (29/05).


Galuh menilai kejadian saat demo Kamis malam tidak lagi dapat dimaafkan.


"Polisi tugasnya melindungi masyarakat. Bukan malah membunuh!" tegasnya.


Silakan membaca artikel lengkapnya: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cn475k3gwk3o

Mana Yang Merawat Negeri Ini

 Tanya ke Polisi, jawabannya nggak sopan. Tanya ke OJOL jawabannya memuaskan. Mana yang merawat Negeri ini ?



Kamis, 28 Agustus 2025

Tiga Langkah Utama Menciptakan Sistem Perpajakan

 Anies Sindir Sistem Pajak di Indonesia : yang Tertib Bayar Malah Diperas Terus


----------------------------------------------------------------------


Anies Baswedan, kembali melontarkan kritik terhadap sistem perpajakan di Indonesia.


Melalui akun Instagram pribadinya pada Sabtu (23/8/2025), Anies menilai sistem pajak yang berlaku saat ini belum adil dan cenderung memberatkan kelompok masyarakat yang taat membayar pajak.


Dengan gaya khasnya, Anies mengibaratkan situasi ini seperti memancing di danau.


 “Ikan di permukaan itu mudah tertangkap, tapi ikan di dasar sering lewat tanpa tersentuh pancing. Sistem pajak kita juga seperti itu,” kata Anies.


Menurut Anies, sistem pajak Indonesia lebih mudah melacak dan menarik pajak dari kelompok yang tertib secara administratif, seperti pegawai dengan slip gaji tetap dan pelaku UMKM yang punya pembukuan rapi.


Kelompok inilah yang ia sebut sebagai "ikan di permukaan".


“Mereka yang patuh justru sering bertanya: 'sudah tertib, kok malah diperas terus?' Gaji yang dipotong rutin, belanja dikenai PPN, PBB naik,” lanjutnya.


Sebaliknya, kelompok yang bermain di “kedalaman”, yakni pihak-pihak yang menyembunyikan transaksi atau memindahkan keuntungan ke luar negeri untuk menghindari pajak, justru tak tersentuh.


 “Di kedalaman ada ikan-ikan besar yang lolos. Mereka manipulasi faktur, sembunyikan transaksi, pindahkan laba ke negara lain. Ini menggerus ratusan miliar dolar penerimaan negara tiap tahunnya,” tegas Anies.



Anies menawarkan tiga langkah utama untuk menciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan:


1. Permudah yang patuh, persulit yang nakal

   Jangan justru menambah beban bagi pembayar pajak yang tertib. Fokus harus diarahkan kepada yang menghindar dari kewajiban.


2. Perkuat kerja sama internasional

   Negara perlu memaksimalkan kolaborasi lintas negara untuk melacak transaksi global, yang selama ini menjadi celah pelarian pajak.


3. Perbaiki sistem deteksi dan pengawasan

   Anies menekankan pentingnya mengembangkan alat pendeteksi dan pengawasan yang canggih, agar “ikan-ikan besar” yang bersembunyi bisa tertangkap.


 “Tutup kebocoran dulu, baru bicara soal menambah beban. Penguatan pengawasan jauh lebih efektif daripada sekadar menaikkan tarif,” tegas Anies.


Dalam pernyataannya, Anies juga menyoroti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang marak di sejumlah daerah dan bahkan memicu demo besar-besaran.


Menurutnya, tempat tinggal seharusnya diperlakukan sebagai hak asasi manusia, bukan objek pungutan.


“Perumahan atau tempat tinggal itu adalah hak asasi manusia. PBB menyatakan hal itu, dan itu saya terapkan di Jakarta saat menjabat,” ujarnya.


Kebijakan tersebut dituangkan dalam Pergub No. 23 Tahun 2022, yang membebaskan pajak untuk 60 meter persegi pertama dari tanah dan 36 meter persegi dari bangunan pada semua jenis rumah—baik sederhana maupun mewah.


Kredit Foto : Kolase Kompascom dan Tribunnews

Minggu, 24 Agustus 2025

Tolong Dicatat

 Perancis pernah mengumpulkan 400 ulama Islam dan kepala mereka dipotong menggunakan sekop. Kolonisasi Chad pada tahun 1917 dan masuknya Laghouat di Aljazair pada tahun 1852, Prancis membakar hidup-hidup dua pertiga dari penduduknya dalam satu malam.



Dari 1960 hingga 1966, Prancis melakukan 17 uji coba nuklir di Aljazair – jumlah korban tidak diketahui, tetapi diperkirakan antara 27,000 dan 100.000 orang. Efek radiasi masih terasa sampai hari ini. Ketika Prancis menarik diri dari Aljazair pada tahun 62, mereka sudah menanam tambang - lebih dari total populasi Aljazair pada saat itu: 11 juta tambang.


Prancis menjajah Aljazair selama 122 tahun. Dalam 7 tahun pertama saja, 1 juta Muslim terbunuh. Dan dalam 7 tahun terakhir sebelum mereka dibebaskan, 1,5 juta orang lainnya menjadi korban. Sejarahwan Prancis Jacques Gorky memperkirakan bahwa jumlah total orang Aljazair yang dibunuh oleh Prancis antara 1830 dan 1966 mencapai 10 juta Muslim.


Prancis menjajah Tunisia 75 tahun, Aljazair 122 tahun, Maroko 44 tahun, dan Mauritania 60 tahun.


Selama kampanye militer di Mesir, tentara Prancis memasuki masjid dengan menunggang kuda, memperkosa seorang wanita di depan keluarga mereka sendiri, minum alkohol di masjid, dan mengubah masjid menjadi kandang.


Tapi pada akhirnya, mereka menuduh Islam sebagai agama teroris dan Nabi kita adalah nabi terorisme. Ironisnya, ada yang bangga dengan ‘per peradaban’ Prancis dan siap mengadopsinya, melupakan sejarah hitam mereka.


Ini Prancis. Jangan lupa untuk mengingatkan mereka siapa.

Media Kita Sibuk

 Pasukan khusus Amerika menerobos rumah salah seorang pemimpin Taliban di Afghanistan pada musim gugur 2018.


Seorang prajurit mengarahkan senjatanya ke samping, sementara prajurit lainnya menodongkannya langsung ke wajah sang pemimpin Muslim.


Namun, senjata prajurit yang menghadap sang pemimpin Muslim itu macet!


Ia berusaha berulang kali untuk menghidupkannya kembali, semua itu hanya berlangsung dalam hitungan detik.


Sang pemimpin sempat meraih senjatanya sendiri, tetapi hanya tersisa satu peluru.


Ia arahkan peluru itu ke prajurit tadi, lalu prajurit itu pun roboh seketika.


Senjatanya terjatuh tepat di depan kaki sang pemimpin Muslim, dan ternyata senjata itu pun macet sama seperti sebelumnya.


Sang Muslim mengambilnya, sementara prajurit satunya lagi berbalik menghadapnya. Belum sempat ia berpikir, sang Muslim telah menembaknya seperti temannya, dan ruangan pun menjadi gelap. Ia segera berbaring di bawah meja, dan setiap kali ada prajurit masuk, ia robohkan mereka dengan satu tembakan pertama. Dengan kehendak Allah, senjata itu kembali berfungsi normal.



Hingga akhirnya, ia berhasil menumpas seluruh pasukan itu seorang diri. Ia lalu menoleh ke belakang untuk melihat istrinya dan anak-anaknya di ruang sebelah. Ia mendapati mereka sedang shalat berjamaah, dan tidak seorang pun—baik istrinya maupun anak-anak kecilnya—membatalkan shalat meski mendengar suara tembakan.


Maka ia berkata dalam hati: “Sungguh layak bagi Allah untuk melindungiku, sementara keluargaku sedang merendahkan diri memohon kepada-Nya.”


Catatan:


Media Amerika menyebarkan foto ini seakan-akan tentara mereka berhasil menangkap seorang “teroris Muslim”. Padahal kenyataannya, seluruh pasukan itu habis tak bersisa!


Amerika yang menggambar dan mempublikasikan foto itu dalam media mereka sebagai bukti kemenangan. Namun ketika intelijen Taliban melihat foto itu di koran, mereka justru membeberkan kebenarannya. Sayangnya, media Islam lebih sibuk dengan berita sepak bola, konser Amr Diab, Elissa, dan Kazem.


Ditulis oleh: Muhammad al-Fatih.

Kisah nyata, dikirimkan oleh sahabat saya dari Afghanistan, Abdul Haq Khairuddin Muhammad.

Senin, 11 Agustus 2025

Tragedi Jam Gadang 1958

Ketika ratusan orang tak berdosa di Sumatera Barat diberondong oleh tentara




"Tragedi di Bawah Jam Gadang, Pasukan A. Yani Bunuh 187 Orang", begitu judul artikel yang dibuat di surat kabar Singgalang 20 Januari 2000 lalu. Artikel ini membahas tentang jumlah korban sebuah peristiwa pilu yang kelak dikenal sebagai Tragedi Jam Gadang 1958.


Jam Gadang tak hanya landmark Sumatera Barat yang terletak di Kota Bukittingi. Bangunan setinggi 26 meter itu juga menjadi saksi ratusan orang tak berdosa mati meregang nyawa diberondong Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) yang ketika itu sedang memburu pasukan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).


Sekitar pertengahan 1958, saat operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah pusat sedang gencar-gencarnya, ratusan pria sipil digelandang tentara menuju ke arah Jam Gadang. Mereka kemudian dibantai tanpa ampun.


Mengutip Kompas.com, jumlah orang yang dibantai saat itu adalah 187 orang. Mirisnya, hanya 17 orang di antara mereka yang diidentifikasi sebagai anggota PRRI, sementara sisanya adalah orang biasa. Ada yang petani, ada yang pedagang, ada yang pelajar, di mana mereka tidak terlibat langsung dalam pertempuran.


Setelah dibantai, mayat-mayat itu kemudian dijejerkan begitu saja di area sekitar Jam Gadang. Tujuannya adalah menyebarkan teror untuk mematahkan semangat perlawanan masyarakat Sumatera.


Baca artikel selengkapnya di sini https://intisari.grid.id/read/034283267/tragedi-jam-gadang-ketika-ratusan-orang-tak-berdosa-di-sumatera-barat-dibantai-tentara


#prri #jamgadang #sumaterabarat #pemeritahanrevolusionerrepublikindonesia

Kamis, 07 Agustus 2025

Menakjubkan

 Fairbanks, Alaska, 1992.


Christopher McCandless,

pemuda cerdas dan idealis,

lulusan Emory University,

memilih meninggalkan segalanya.



Tanpa pamit ke keluarga,

ia sumbangkan semua tabungan,

memusnahkan identitas,

dan pergi menghilang.


Ia ganti nama menjadi

Alexander Supertramp.


Dua tahun penuh ia berkelana.

Menumpang kendaraan,

berjalan kaki,

tidur di alam terbuka,

bekerja di ladang gandum,

tinggal di komunitas gelandangan.


Dalam perjalanannya,

ia mencatat segalanya di jurnal:

pikiran, keraguan, alam,

dan pencariannya akan hidup yang sejati.


Banyak orang yang ia temui menyukainya.

Beberapa menawarkan tempat tinggal.

Satu orang bahkan ingin mengadopsinya.


Tapi semuanya ditinggalkan.

Karena satu tujuan belum tercapai:

hidup sendirian di hutan Alaska.


April 1992,

ia tiba di belantara Alaska.

Tanpa peta, tanpa kompas,

hanya membawa beras, senapan kecil,

dan buku panduan tumbuhan liar.


Di tengah hutan,

ia menemukan bus tua terbengkalai.

Bekas tempat istirahat pemburu.

Bus itu jadi tempat tinggalnya.

Ia menyebutnya: Magic Bus.


Selama lebih dari seratus hari,

ia berburu, memancing,

menulis catatan harian,

membaca buku-buku kesukaannya.

Ia hidup dengan tenang.

Merasa bebas.

Merasa utuh.


Tapi keadaan berubah.


Musim panas datang.

Salju mencair.

Sungai yang dulu dangkal

kini berubah jadi arus besar.

Jalan pulang tertutup.


Ia terjebak.


Makanan habis.

Tubuh melemah.

Ia mencoba bertahan hidup dengan memakan biji tanaman liar.

Namun salah pilih.

Tubuhnya tidak mampu menyerap nutrisi.

Keracunan pun terjadi.


Hari demi hari,

kondisinya makin menurun.

Berat badannya turun drastis.

Tulisannya makin lemah.

Kalimat makin pendek.

Nadanya berubah.

Dari optimis,

menjadi putus asa.


Pesan terakhir ditulis dengan susah payah:


> “Happiness only real when shared.”

Kebahagiaan hanya nyata jika dibagikan.


Agustus 1992,

jasadnya ditemukan oleh pemburu.

Terlentang di sleeping bag.

Dengan jurnal setebal seratus halaman.

Dan kamera berisi potret hari-hari terakhirnya.


Kisahnya menyebar luas.


Jurnalis Jon Krakauer menelusuri perjalanannya.

Lalu menulis buku berjudul Into the Wild.

Buku itu menjadi best-seller.

Difilmkan tahun 2007 oleh Sean Penn.

Dengan aktor Emile Hirsch sebagai Chris.


Bus tempat ia tinggal jadi tempat ziarah.

Ratusan orang datang tiap tahun.

Tapi karena banyak yang celaka,

bus itu akhirnya dipindahkan oleh helikopter tahun 2020.

Selasa, 05 Agustus 2025

Membidik Momentum

 Foto ini hasil karya Sholihuddin, wartawan Jawa Pos, pada 1995. 


Hari itu, 17 Mei 1995, usai pertandingan Persebaya vs PSIS Semarang, yang dimenangkan Persebaya dengan skor 2-0, suporter berpesta. Banyak yang tak langsung pulang ke rumah. 



Sudah menjadi doktrin aparat keamanan masa itu, setiap penumpukan massa, kecuali kampanye Golkar, bisa berujung gangguang kantibmas (bahasa masa itu). Akhirnya, Kodam V/Brawijaya menawarkan tumpangan.


Tentu saja, suporter yang mayoritas kelas menengah-bawah itu tak menyia-nyiakannya. Aji mumpung, mereka naik truk yang sudah disediakan bapak-bapak tentara.


Namun, namanya suporter sedang euphoria, di atas truk mereka melompat-lompat dan bergoyang. Sudah begitu, jumlah mereka over-kapasitas. Mirip dengan truk oleng Jarwo, truk pak tentara oleng ke kanan. 


Di sinilah kemampuan Sholihuddin membaca momentum. Ketika truk makin oleng ke kanan, sehingga ban di sisi kiri mulai terangkat, ia sudah menduga yang bakal terjadi.


Dalam hitungan detik, kameranya melepas bidikan. Dan pintarnya, karena tahu dalam temaran senja, ia mengaktifkan blitz. Dan Jadilah foto ini.


Konon, foto pernah meraih predikat sebagai foto terbaik World Press Photo 1995 kategori spot news. 


#Fotojurnalistik #Bonek #Persebaya #Surabaya

Minggu, 03 Agustus 2025

Biaya Kuliah

 Avram Noam Chomsky lahir 7 Desember 1928 di Philadelphia, Amerika Serikat, dari keluarga imigran asal Rusia dan Ukraina. Ayahnya, William Chomsky, adalah sarjana bahasa Ibr4ni; ibunya, Elsie, aktif dalam politik kiri. Sejak kecil ia sudah menunjukkan ketertarikan pada politik dan sering berkunjung ke toko-toko buku an4rkis di New York.



Chomsky menempuh kuliah di University of Pennsylvania; pada usia 16 tahun ia sudah kuliah dan akhirnya meraih gelar doktor di bidang linguistik tahun 1955 dengan disertasi tentang transformational grammar. Tahun yang sama ia mulai mengajar di MIT, tempat ia menjadi guru besar hingga pensiun sebagai Institute Professor Emeritus pada 2002. Sejak 2017, ia menjabat sebagai laureate professor di University of Arizona.


Karya monumental Syntactic Structures (1957) mengubah studi bahasa dengan memperkenalkan teori generatif dan universal grammar, sehingga ia dijuluki “bapak linguistik modern”. Ia juga berkontribusi pada lahirnya kognitif sains dan menciptakan hierarki Chomsky yang dipakai dalam ilmu komputer.


Selain akademik, Chomsky terkenal sebagai aktivis politik kiri yang sejak 1960-an konsisten mengkritik kebijakan luar negeri Amerika Serikat, kapitalisme kontemporer, dan propaganda media. Ia telah menulis lebih dari 150 buku, antara lain Manufacturing Consent dan Requiem for the American Dream.

Simbol Bajak Laut

 *LAGI RAMAI SIMBOL BAJAK LAUT MANGA ONE PIECE, ASLINYA SIAPA ITU BAJAK LAUT SEBENARNYA?*


By. Muhammad Ihsan Paradigma



Cerita Tentang Bajak Laut Terkenal Barbary (Barbarosa) sejatinya adalah muslim bersaudara yakni Khairudin Barbarosa dan Aruj Barbarosa, sejarahnya terkenal sebagai pahlawan muslim dalam melawan kekuatan kolonial Eropa dan membantu melindungi komunitas Muslim yang terancam. 


Dan Jack Sparrow (Yusuf Reis) adalah Bajak Laut Inggris yang Juga Masuk Islam dan banyak melindungi komunitas muslim dari pengusiran di eropa pasca inkusisi spanyol.


Aslinya Simbol bendera mereka bukan tengkorak seperti yang disimbolkan barat, tapi Simbol mereka adalah bulan dan bintang, seperti simbol Khilafah Utsmaniyah.


Menurut Profesor Idris Boston dari Istanbul University, Khairuddin kemudian diangkat menjadi admiral yang selanjutnya menjadi inisiator berdirinya angkatan laut Turki.


Ketika Sulthan Selim I digantikan oleh putranya Sulthan Sulaiman, Khairuddin diangkat menjadi Komandan Angkatan Lautnya. Karena kehebatannya ia dijuluki Singa Laut Mediterania yang dihormati kawan dan ditakuti lawan.


Melihat laut Mediterania dikuasai Kesulthanan Turki Utsmani, tahun 1538 Paus Paul III mengorganisir pasukkan laut sebagai bagian dari Tentara Salib, dipimpin oleh seorang pelaut asal Genoa bernama Andrea Doria yang didukung 250 kapal perang.


Mereka kemudian berhadapan dengan pasukan Khairuddin yang hanya didukung oleh 122 kapal, pada 28 September 1538, di Preveza. Dalam pertempuran ini, 10 kapal pasukan Salib ditenggelamkan, 30 kapal ditahan tanpa kehilangan satu kapalpun, dan sekitar 1000 pasukan Salib ditahan.


Atas prestasinya ini, Khairuddin kemudian diundang ke Istana Topkapi oleh Sulthan Sulaiman untuk menerima anugrah Kaptan-i-Derya (Chip of Admiral) angkatan laut Turki, sekaligus sebagai beylerbey (Governor of givernors) Turki Usmani di Afrika Utara.


Khairuddin Barbarossa dikenang disamping sebagai seorang pahlawan Turki Utsmaniyah, kehebatannya juga disejajarkan dengan nama besar sulthan-sulthan Turki Usmani seperti Muhammad Alfatih dan Sulaiman Alkanuni.


Jadi Bajak Laut sebenarnya adalah angkatan laut Khilafah Turki Utsmaniyah yang sangat ditakuti eropa. Mereka adalah pembela kebenaran dan pembela komunitas muslim yang diusir bahkan diancam hukuman mati oleh eropa.

Kemalasan & Bekerja

 Anne Frank lahir di kota Frankfurt, Jerman, 12 Juni 1929 sebagai putri dari Otto dan Edith, keluarga Frank hijrah ke Amsterdam pada 1933. Setelah Jerman menduduki Belanda pada 1940, mereka terpaksa bersembunyi di balik gudang kantor ayahnya mulai 6 Juli 1942. Selama dua tahun kurang sehari, Anne mencatat pengalaman, pikiran, dan harapannya dalam diary yang ia beri nama “Kitty”.  



Pada 4 Agustus 1944, Anne, kakaknya Margot, dan kedua orang tuanya dideportasi ke kamp Auschwitz-Birkenau, lalu Anne dan Margot dipindahkan ke Bergen-Belsen. Karena wabah tifus, Anne meninggal sekitar Februari–Maret 1945, hanya beberapa minggu sebelum kamp itu dibebaskan.

Tentang Panji

 





Benarkah Bendera Merah Putih Warisan Majapahit? Mari Kita Bicara Jujur.


Selama ini kita sering dengar:


 “Merah putih sudah dipakai sejak zaman Majapahit.”

“Bendera kita ini warisan leluhur. Bahkan sudah ada sejak 6.000 tahun yang lalu.”


Klaim ini sudah sering muncul di buku pelajaran sejarah, diucapkan dalam pidato-pidato resmi, bahkan disuarakan oleh sejarawan nasionalis seperti Mohammad Yamin, tokoh penting perumus sejarah Indonesia modern. 


Tapi pertanyaannya:

Apakah itu benar? Atau hanya mitos yang terus diulang-ulang?


Melacak Akar Klaim: Prasasti Kudadu (1294 M)


Klaim “merah putih sejak Majapahit” biasanya mengacu pada Prasasti Kudadu, peninggalan tahun 1294 M.

Prasasti ini berisi kisah pelarian Raden Wijaya, pendiri Majapahit, saat dikejar oleh pasukan Jayakatwang dari Kediri.


Di salah satu bagiannya disebut:


 “Han tumuli atur sang patih, ing panji-panji abrit saha petak tumekeng Daha.”

“Kemudian sang patih memberi laporan bahwa panji-panji merah dan putih telah sampai ke Daha (Kediri).”


Lalu, dari kalimat ini disimpulkan oleh sebagian pihak:


 “Nah, ini bukti! Majapahit sudah memakai bendera merah putih seperti Indonesia sekarang!”


Tapi… apakah betul seperti itu?


Faktanya Tidak Sesederhana Itu


Penelitian yang lebih teliti, seperti yang dijelaskan oleh Dr. Jarrah Sastrawan, seorang ahli prasasti Jawa Kuno, justru membongkar kesalahpahaman besar soal klaim merah putih dari Majapahit.


Ada tiga poin penting yang sering diabaikan:


Pertama, panji (bendera) merah dan putih yang disebut dalam prasasti bukan milik Raden Wijaya,

tapi justru dibawa oleh musuhnya, yaitu pasukan dari Kediri yang sedang mengejarnya.


Kedua, kejadian itu terjadi pada tahun 1292 Masehi,

padahal kerajaan Majapahit baru berdiri satu tahun kemudian, yakni 1293 Masehi.

Artinya, bagaimana mungkin bendera itu dikaitkan dengan kerajaan yang belum ada?


Ketiga, dalam prasasti itu disebut “panji-panji merah dan putih” secara terpisah,

dalam bahasa Jawa Kuno ditulis: abrit saha petak yang artinya merah dan putih,

bukan “merah-putih” sebagai satu kesatuan warna seperti bendera Indonesia sekarang.


Dengan kata lain, bisa saja panjinya ada yang berwarna merah sendiri, dan yang putih sendiri.

Tidak ada bukti bahwa keduanya disusun bersama dalam satu desain seperti bendera kita sekarang.


Jadi Mengapa Narasi Ini Tetap Disebar?


Jawabannya sederhana:

Untuk menyakralkan simbol nasional.

Agar bendera merah putih tampak agung, kuno, dan seolah-olah suci sejak zaman nenek moyang.


Dengan narasi itu, siapa pun yang mengkritik negara bisa langsung dituduh:


 “Kau menghina leluhur!”

“Kau menghina simbol perjuangan ribuan tahun!”


Padahal yang sedang terjadi adalah:

Dongeng dijadikan sejarah.

Legenda dijadikan landasan ideologi.


Sama seperti orang jual keris palsu.

Kalau dibilang keris biasa, siapa yang mau beli?

Tapi kalau dibilang “ini keris warisan Majapahit”, harganya langsung melambung.

Padahal… tidak ada buktinya.


Begitu juga cara orang Nasionalis menjual negaranya agar sakral. 


Kita dijejali oleh pidato Soekarno kalau selama 360 tahun kita dijajah Belanda. 

Kita disuruh percaya kalau 6.000 tahun yang lalu manusia purba nusantara memakai bendera merah putih.

Dan kamu didoktrin percaya kalau Majapahit itu tidak hanya seluas jawa tapi seluas Asia Tenggara.


Tapi yang kita pertanyakan adalah:

Kejujuran terhadap sejarah.


Kalau sejarah saja dimanipulasi,

bagaimana mungkin kita bisa percaya pada arah bangsa ini dibawa?


Kalau cerita nasional kita dibangun dari tafsir yang dilebih-lebihkan, bagaimana mungkin generasi muda bisa belajar berpikir kritis?


Sebaliknya, panji Rasulullah ﷺ,

yang bertuliskan kalimat Tauhid,

tertulis jelas dan gamblang dalam kitab-kitab hadits,

disebut dalam sirah nabawiyah, diriwayatkan oleh para sahabat, dan dikutip ulang oleh para ulama dari generasi ke generasi.


Berwarna Hitam dan putih, Keduanya bertuliskan “Lā ilāha illallāh Muhammadur Rasūlullāh”.


Bukan sekadar simbol. Tapi lambang pemersatu umat.

Bukan sekadar warisan, tapi bagian dari risalah Islam.

Dan bukan klaim kosong, melainkan memiliki sanad, riwayat, dan makna yang hidup dalam sejarah Islam.


Maka kita harus jujur bertanya:

Kenapa panji Rasul yang jelas dan sahih dihapus dari ingatan kolektif umat,

sementara bendera yang samar justru disakralkan tanpa dasar?


Bangsa ini terlalu besar untuk dibangun di atas mitos.

Dan umat ini terlalu mulia untuk dibentuk oleh kebohongan sejarah.


Refrensi:


-Muhammad Yamin, 6000 Tahun Sang Merah-Putih (Jakarta: Balai Pustaka, 1958).

-Status Dr. Jarrah Sastrawan di Twitter.

- Wawancara dengan Sejarawan Senior, Heri Purwanto.



Sementara itu abaikan bendera hitam di atas.

Sabtu, 02 Agustus 2025

PEMBERONTAKAN PARA PENYAIR MUDA TAHUN 1970-AN

Pada tahun 1972, meledak, perlawanan terhadap kaum sastrawan mapan, dan pengkultusan terhadap karya-karya bermutu berdasar standar mutu Horison. Remy Sylado melancarkan Gerakan Puisi Mbeling, sebuah gerakan perlawanan dalam puisi untuk menentang kemapanan dalam sastra Indonesia.

Dengan mengatasnamakan penyair muda, Remy menganggap puisi dan kepenyairan pada waktu itu tidaklah sehat. Ketidaksehatan yang terjadi merupakan akibat dari panempatan puisi pada tempat yang begitu tinggi.

Para penyair muda beranggapan bahwa puisi bukanlah sesuatu yang sangat mulia. Bahkan Remy Sylado (1974) beranggapan bahwa puisi harus diletakkan di telapak kaki. Orang tidak perlu terlalu serius dalam soal puisi. Menulis sajak tidak perlu dipandang sebagai pekerjaan yang sukar. Baik buruk puisi yang dihasilkan merupakan hal yang relatif sifatnya.



“Manusia lahir bukan untuk jadi sastrawan. Manusia lahir adalah untuk menjadi manusia,” ujar Remy. [1] “Hidup berada di atas junjungan kepalanya. Bukan seni yang harus dijunjungnya. Seni harus diletakkan di telapak kaki,” katanya lebih lanjut. [2]

Apa yang hendak didobrak oleh gerakan puisi mbeling adalah padangan estetika yang menyatakan bahwa bahasa puisi harus diatur dan dipilih-pilih sesuai stilistika yang baku. Menurut pandangan gerakan ini, bahasa puisi dapat saja diambil dari ungkapan sehari-hari, bahkan yang dianggap jorok sekalipun. Yang penting adalah apakah puisi yang tercipta dapat menggugah kesadaran masyarakat atau tidak. [3]

Puisi Mbeling awalnya adalah nama sebuah rubrik puisi pada majalah Aktuil asuhan Remy Sylado pada akhir tahun 1971.[4] Kata ‘Mbeling’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti nakal, susah diatur, memberontak. Dapat dikatakan Puisi Mbeling ini adalah perlawanan dari anak-anak muda waktu itu karena gerah dengan aturan-aturan estetika puisi yang "njelimet" dan "ndakik-ndakik". [5]

Puisi Mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan-aturan pada penulisan puisi pada umumnya.

Salah satu ciri utama Puisi Mbeling menurut pengamat sastra Maman S. Mahayana adalah kuatnya semangat berkelakar, kata-kata dipermainkan begitu rupa, dan bentuk tipografi dimanfaatkan untuk mencapai efek kelakar itu. “Di balik kelakar itu, ada sesuatu yang hendak ditawarkan mereka, yaitu kritik sosial dan kritik atas dominasi etnis tertentu dalam perekonomian nasional.” [6]

Gerakan Puisi Mbeling disambut hangat oleh para penyair-penyair muda pada saat itu. Tak kurang dari Mira Sato (Seno Gumira Ajidarma), Yudhistira ANM Massardi, Noorca Marendra Massardi, Efix Mulyadi, Adhi Massardi, Mustofa Bisri (dengan nama samaran Mustov Abi Sri), Eddy Herwanto, dan Kurniawan Junaedhie adalah para ‘penulis tetap’ dalam rubrik itu.[7]

“Sampai sekarang corak kepenyairan mereka masih kental dengan nuansa mbeling dalam pengertian menyuarakan protes sosial dengan bahasa yang lugas dan terbuka,” kata Ahmad Gaus, seorang penyair.[8]

Yudhistira, tak sungkan-sungkan menyebut Remy Sylado sebagai gurunya.

 “Guru saya satu-satunya cuma dia. Remy yang mengajarkan saya menulis sajak sesuka-sukanya,” kata Yudhis seperti dikutip Agus Sopian dalam “Putus Dirundung Malang” di Pantau Agustus 2001. [9]

Tentang Gerakan Puisi Mbeling, Seno Gumira Ajidarma ikut nimbrung:

“Kita boleh ragu, bahwa ini semua ada hubungannya dengan kesusastraan Indonesia, tapi kita harus percaya bahwa tiada ‘sastra’ lain lagi bagi kaum remaja saat itu selain Aktuil yang ditunggu-tunggu, bukan Horison yang waktu itu jadi panutan. Kritisi kelas wahid seperti A. Teeuw, meski menjulukinya sebagai ‘kelompok ria remaja’ dalam persajakan Indonesia, toh mengakui: Banyak di antaranya yang tidak kosong sama sekali dari kualitas persajakan, memiliki keterusterangan dan kesederhanaan sehingga bisa lebih mengena ketimbang amsal-amsal yang ruwet dan dicari-cari;”[10]

Penyair Heru Emka menyebut pengaruh Puisi Mbeling bahkan melintasi majalah Aktuil. Ketika berpindah ke majalah Top, Remy Sylado tetap melanjutkan Gerakan Puisi Mbeling dengan membuka rubrik bertajuk Puisi Lugu. Dari sini, sebagaimana dicatat oleh penyair Heru Emka, virus mbeling menyebar ke berbagai media massa: Stop, Astaga, Sonata, Yunior, dan lain-lain.

Gerakan Mbeling itu dengan cepat mewabah ke seantero negeri. Berbagai surat kabar mingguan yang terbit di Jakarta maupun di daerah juga ikut tertular virus Mbeling dengan membuka rubrik serupa. Begitu juga beberapa majalah remaja. [11]

Gelanggang Remaja Jakarta Selatan menerbitkan majalah stensilan Sirkuit yang dikelola Tjok Hendro, Dharnoto, Noorca Mahendra Massardi, dan Uki BS ikut membuka rubrik Puisi Sableng. Di situ dimuat puisi-Puisi Mbeling karya Prijono Tjiptoherijanto, Adri Darmadji Woko, Tjok Hendro, Noorca Marendra Massardi, dll.

Di Yogyakarta, Umbu Landu Paranggi tanpa banyak lagak juga mengajak anak-anak muda menulis dengan berani. “Seniman asal Sumba ini menstimulasi anak-anak muda untuk mencipta puisi dalam ‘Persada Studi Klub’, dengan spirit pasang badan dan hati berani, dengan ‘menjauhkan’ puisi yang diruwetkan metodologi,” tulis pengamat seni rupa Agus Dermawan Tantono. [12]

Penyair Sapardi Djoko Damono berkomentar tentang fenomena itu:

“Puisi rupanya telah menjadi bentuk sastra yang menarik minat orang-orang muda, terutama dalam masa perkembangannya sebagai sastrawan. Mereka merasa tidak bisa cepat tampil karena terhalang oleh tokoh-tokoh yang sudah ‘mapan’. Tambahan lagi kebanyakan mereka menetapkan kepenyairan berdasarkan ada atau tidaknya sajak-sajaknya dalam majalah sastra satu-satunya, Horison …” [13]


(TO BE CONTINUED)



[1] Aktuil No. 136/1974

[2] Ibid

[3] Remy Silado: Sekapur Sirih Puisi Mbeling Remy Sylado, KPG 2004

[4] Pada tahun 1973 nama rubrik Puisi Mbeling berubah menjadi Puisi Lugu dan pada tahun 1975 berubah lagi menjadi Puisi Awam. Pada perkembangan selanjutnya nama Puisi Mbeling-lah yang kemudian menjadi terkenal dan menjadi nama puisi Indonesia populer sekarang ini.

[5] Arif Gumantia: Sejarah Istilah Puisi Mbeling di Indonesia

[6] Maman S. Mahayana: Makalah Seminar Tapak Budaya Paramadina: “Paradigma Abdul Hadi WM dalam Kebudayaan Indonesia” diselenggarakan Universitas Paramadina Mulya di Jakarta, 9 Juni 2008.

[7] Catatan kaki Sekapur Sirih. Remy Silado: Sekapur Sirih Puisi Mbeling Remy Sylado, KPG 2004

[8] Ahmad Gaus: Remy Sylado dan Gerakan Puisi Mbeling 

https://ahmadgaus.com/2015/07/15/remy-sylado-dan-gerakan-puisi-mbeling/

[9] Yudhis kelak, dianggap sebagai seorang sastrawan yang menjembatani sastra adiluhung dan sastra pop atau mbeling. Ia juga dikenal sebagai sastrawan yang nakal, kemaki, dan ugal-ugalan.

[10] Seno Gumira Ajidarma, “Menghujat Generasi Munafik: Mbelingisme 23761” pengantar buku Remy Sylado: Potret Mbeling: Kumpulan Puisi, Jakarta tanpa tahun penerbitan

[11] Ahmad Gaus. Opcit.

[12] Agus Dermawan T: Yudhis, Kompas, 6 April 2024

[13] Sapardi Djoko Damono: Kesusastraan Indonesia Moderen: Beberapa Catatan, PT Gramedia, 1983.,


(Dari buku JEJAK LANGKAH PENYAIR MUDA 1970-AN 

DI TENGAH PUSARAN ZAMAN, KJ, KKK, 2024)