Selasa, 30 Mei 2023

AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH : ALLAH,SWT, MUKHALAFATUHU LIL HAWADITSI


Oleh: Dr. Soetrisno Hadi 7'73.




Ada yang pasti dan wajib bagi Allah,swt yaitu sifat _mukhalafat li al-hawadits_ berbeda dari makhluk-Nya.

Sebab, jika Allah,swt serupa dengan makhluk ciptaan- Nya, bisa dipastikan Dia bukan Tuhan yang disembah.  


Karena, Allah swt bukan tubuh, bukan juga ' _aradh_ , bukan keseluruhan, bukan pula bagian. Dia,swt terbebas dari segala keadaan atau perkara baru yang memiliki sifat-sifat tadi.

Atau sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia dan makhluk-makhluk lainnya seperti tidur, mengantuk, lupa, lapar, haus, butuh, dan sifat jasmani serta sifat ruhani.


Dalam ayat Kursi, QS.al-Baqarah,2:255, ditegaskan hal itu, "Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur..".


Dalil ' _aqli_ -nya, _rational_ _vindication_ sifat ini, andaikata Allah,swt tidak berbeda dengan makhluk-Nya dengan segala sifat, niscaya Dia serupa dengan mereka dalam hal barunya mereka. Atau mereka yang serupa dengan-Nya dalam hal _qidam_ -nya mereka. Maka hal itu, pastilah mustahil bagi-Nya.


Seandainya Allah,swt tidak berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya. Niscaya, Dia,swt berupa susunan. Sedang susunan mengharuskan dirinya baharu _hadits_ . Begitu pula, jika Dia,swt menyerupai makhluk dalam satu aspek atau dalam satu sifat, sehingga dzat-Nya lebih unggul dari makhluk. Niscaya, Dia swt berbeda dalam aspek dan sifat yang lain atau _mukhalafatu lil hawaditsi_ . Itu, kata Prof.Dr. Ali Jum'ah Muhammad, Mufti Agung Mesir, adalah mustahil bagi Allah. 


Imam Abu Hassan al-Asy'ari, rhm mengungkapkan, "Seandainya Allah menyerupai sesuatu dari makhluk-Nya, niscaya Dia memiliki sifat baru dan butuh kepada sesuatu yang membarukan atau _muhdits_ . Sebagaimana butuhnya makhluk yang diserupai-Nya kepada Sang Pencipta. Atau, Dia justru didahului oleh makhluk yang mendahului-Nya. Selain itu, nyatalah dalil-dalil barunya seluruh makhluk dan _qidam_ nya Allah,swt.


Itu sebabnya, kata Prof.Ali Jum'ah Muhammad, kita harus yakin bahwa Allah swt

tidak memiliki sifat apapun yang dimiliki oleh makhluk atau sifat yang melekat pada mereka, seperti : cenderung pada tempat, waktu, kebutuhan jasmani, kebutuhan ruhani, sifat lemah, tidak berdaya, dan seterusnya. 


Allah, _subhanahu wa ta'ala_ , maha suci dari segala sesuatu yang menyerupai. Maha suci dari segala yang menandingi, dan sekutu. Dia,swt juga Maha suci dari orang tua, anak, sahabat, lawan dan sebagainya. Sebab, dalam banyak hal, perkara yang menyerupai sama dengan yang diserupai.  


Itu semua ditegaskan Allah swt dalam satu ayat dalam al-Qur'an, "Tiada yang menyerupai-Nya, Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat" (QS.asy-Syura,42:11). 


KH.Syirajuddin Abbas mengatakan bahwa siapa yang mengi'tikadkan bahwa Tuhan duduk serupa duduk kita di atas kursi ; atau turun seperti turunnya kita dari tangga ; atau mempunyai wajah serupa wajah kita ; atau mempunyai kaki seperti halnya kaki kita. Maka orang itu, telah dengan sengaja menentang ayat itu, dan merendahkan derajat Tuhan. 


Kesimpulannya, tidak ada yang menyerupai dzat Allah, baik sifat-Nya, maupun _af'al_ perbuatan-Nya. Karena Dia wajib berbeda seluruh perkara yang baru dan yang mungkin. Sebab, perkara yang menandingi dalam beberapa hal sama dengan perkara yang ditandinginya. 


Semoga Allah,swt senantiasa meneguhkan iman, i'tikad, dan keyakinan kita. Terus menerus membimbing kita semua ke arah jalan yang benar, lurus, _hanif_ . Itulah i'tikad _ahlus sunnah wal jama'ah._

Selasa, 16 Mei 2023

CAHAYA IMAN

Oleh: Dr. Soetrisno Hadi, 7'73.

Stasiun Kereta Cepat - Padalarang 




Cahaya lainnya, selain cahaya Islam adalah cahaya iman. Cahaya ini terpancar melalui _qalb_ hati manusia. 


Manusia dilengkapi dengan dua jenis hati, pertama hati jasmani, itulah _hepar_ atau _lever_ dalam istilah yang populer. Kedua, hati ruhani. Inilah _qalb_ manusia. 


Begitu juga dengan mata, ada mata kepala yang jangkauannya relatif terbatas. Ada mata hati yang punya jangkauan meliputi alam semesta, alam gaib, bahkan mengimani Allah,swt.


Buta dan melihat, menurut Imam Tirmidzi dalam kitabnya _Bayan al-Farq_ tergantung pada hati dalam dada. Itu sebabnya, Allah,swt berfirman, "Sesungguhnya bukan penglihatan ini yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang terdapat dalam dada" (QS.al-Hajj,22:46).


Kemampuan cahaya hati ini jauh lebih besar dari cahaya matahari, misalnya. Jika matahari hanya bisa menyinari bumi bagian luarnya saja. Maka cahaya hati ini bisa menembus semua itu. Bahkan langit, bumi, alam gaib, malaikat, dan Allah,swt. Itu sebabnya bisa dimengerti firman Allah,swt, "Apa yang disembunyikan oleh dada mereka jauh lebih besar" (QS.Ali Imran,3:118). 


Dalam ayat itu Allah,swt menyebut hati dengan _shadr_ dada, makna _majazi_ untuk hati yang terletak di dalam dada. Dari hati inilah keluar berbagai rahasia _hikmah_ dan aneka anugerah menuju dada dan menetap di dada. 


Dalam beberapa ayat, Allah swt menyebut hati dengan _nafs_ atau jiwa. Dalam kisah Nabi Isa,as disebutkan, "Engkau mengetahui apa yang terdapat dalam jiwaku" (QS.al-Maidah,5:40). Maksudnya, menurut _mufassir_ , "Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku".


Imam Suyuthi,rhm menulis banyak hadits dalam kitab _Tanqih al-Qawl al-Hatsits_ di antaranya adalah bahwa iman itu adalah _ma'rifat bi al-qalbi_ atau _gnosis_ yang ada dalam hati. Lebih lanjut, Rasulullah,saw bersabda, selain _ma'rifat_ di hati. Iman adalah _qawl bi al-lisan_ ucapan dengan lisan dan beramal dengan anggota badan _wa 'amalun bi al-arkan_ (Lihat : _Tanqih al-Qawl_ ,tt). 


Dalam kesempatan lain, Rasulullah,saw bersabda, iman itu tidak berbusana ' _uryan_, pakaiannya adalah _taqwa_, perhiasannya adalah malu _al-haya_ , sedang buahnya iman adalah ilmu. 


Bila hadits-hadits itu direnungkan betapa dahsyatnya cahaya iman yang ada dalam hati kita. Betapa peran iman itu mencerahkan kehidupan manusia. Iman menghasilkan amal saleh. Padahal, keduanya adalah syarat bagi diraihnya hidup yang tidak merugi (QS.al-Ashr,103:3).


Berangkat dari alasan-alasan itu, hidup ini akan sukses bila kita mau mengelola, menjaga, memelihara dan mengembangkan cahaya iman itu menjadi amal saleh yang memberi manfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara. 


Semoga Allah,swt meneguhkan hati kita dengan iman, mengilhami kita untuk banyak beramal saleh. Kepada-Nya lah kita kembalikan segala urusan kita.