Sabtu, 29 April 2023

MENJADI YANG SEDIKIT




Oleh: Dr. Soetrisno Hadi, 7'73.



Ada masalah yang biasa muncul, kala kita hendak bangun malam _qiyam al-lail_ yaitu ketiduran. Padahal, tradisi untuk _taqarrub_ dekat pada Allah,swt itu pada Ramadhan lalu sudah begitu melekat dalam hidup ini.


Boleh jadi, karena _euforia_ lebaran. Tradisi kenabian itu tersisihkan. Untuk mengembalikannya, perlu upaya _effort_ lebih dari kita semua.


Rasulullah,saw pernah bersabda pada sahabat beliau,saw, "Apabila engkau berangkat ke pembaringan. Maka hendaklah berwudhu seperti mau salat" (HR.Bukhari). 


Sahabat Ibnu Abbas,ra menyampaikan _testimoni_ kesaksiannya. Rasulullah, saw setiap kali hendak tidur, salat sunnah empat rakaat (HR.Bukhari). 


Syaikh Abdullah Ba'alawi al-Haddad,rhm dalam _Risalat al-Mu'awanah_ menjelaskan tata urutan _ritual_ sebelum tidur. Antara lain:


 _Pertama_ , berbaring di atas lambung kanan sambil menghadap ke arah kiblat. Dengan sikap bertaubat atas segala dosa dan bertekad hendak bangun malam.


 _Kedua_ , berdoa pada Allah,swt agar diberi ampunan serta memohon agar dipelihara dari segala siksa di hari dibangkitkan nanti. 


 _Ketiga_ , berdzikir pada Allah,swt dengan _takhalli_ istighfar tiga kali ; berhias hati _tahalli_ kalimat tauhid tiga kali ; menampakkan keagungan dan kesucian Allah,swt   _tajalli_ dengan bertasbih 33 kali ; bertahmid 33 kali ; bertakbir 33 kali dan ditutup dengan takbir dan kalimat tauhid sekali. 


Selain adab sebelum tidur itu, Syaikh 'Abdullah al-Haddad,rhm juga merekomendasikan _tawshiyah_ agar sedapat mungkin kita tidur dalam keadaan suci. Menjadikan _dzikir_ sebagai akhir dari _kalam_ kita hari itu. 


Nanti di hari akhir, sabda Rasulullah,saw, akan dikumpulkan semua manusia di suatu lapangan luas. Akan terdengar suara keras menyeru, "Di mana orang-orang yang dulu di dunia, jauh lambungnya dari tempat tidurnya ?". Maka, bangkit dan berkumpullah orang-orang seperti itu (QS.as-Sajdah, 16). Sayang, sabda Rasulullah,saw mereka jumlahnya sedikit. Tetapi, mereka akan dipersilahkan masuk surga tanpa _hisab_ perhitungan lebih dahulu. 


Sukakah kita termasuk yang sedikit itu. Merekalah orang-orang pilihan Allah,swt. Mereka yang dalam kesehariannya di arahkan dan dibimbing ke arah kebahagiaan lahir batin, dunia dan akhirat. Seperti doa kita dalam QS.al-Baqarah,2:201. 


Selamat terus mempertahankan kedekatan pada Allah,swt _Rabb al-Izzah_, Dia,swt tentu lebih dekat lagi dari kita. Bukankah "dekat Allah" itu suatu kebahagiaan tersendiri. Itulah _the Ultimate Goal_ kita di dunia. Nanti di akhirat bertemu liqa Allah,swt (QS.al-Kahfi,110).

DARAH MUHAMMADIYAH SUDAH HALAL, BUNG!

 *Lintas Catatan*

Oleh: Bahren Nurdin

(Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah NSW, Australia)



Sangat disayangkan. Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyematkan dirinya sebagai peneliti dan bekerja di tempat paling ‘akademis’ di negeri ini yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeluarkan statemen yang ‘menggegerkan’ masyarakat Indonesia. Lembaga besar yang ‘dikerdilisasi’! Peneliti itu bernama AP Hasanuddin. Pun, nama yang tidak sesuai dengan ucapannya. 


Jika oknum ini benar-benar bertanya, "Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah?”, maka yakinlah tidak kurang dari 60 juta warga Muhammadiyah se-Indonesia (ditambah yang ada di Luar Negeri) akan serentak menjawab, “Darah kami sudah halal untuk bangsa dan negara ini, Bung! Tidak perlu anda pertanyakan!”


Sebagai peneliti seharusnya tidak buta sejarah! Tapi baiklah, mungkin dia atau sebagian rakyat Indonesia mulai pikun sejarah bahwa begitu banyak para pendahulu Muhammadiyah yang telah ‘menghalalkan’ darah mereka untuk bumi pertiwi ini. Bahkah, sebelum negeri ini mengenyam kemerdekaannya, warga Muhammadiyah sudah menyerahkan jiwa dan raga mereka. Muhammadiyah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka (18 November 1912). 


Agar Bung Karno tidak marah (Jasmerah), beberapa waktu lalu pun Amirsyah Tambunan (Sekjen MUI Pusat) telah membuka fakta sejarah dengan menyodorkan paling kurang 21 nama besar warga Muhammadiyah yang telah berkontribusi luar biasa untuk bangsa ini. Saya tulis ulang saja nama-nama itu; KH Ahmad Dahlan (1868-1923), Siti Walidah (1872-1946), Ir. Soekano (1901-1970), Fatmawati (1923-1980), KH. Mas Mansyur (1896-1946), AR Baswedan (1908- 1986), Buya AR Sutan Mansur (1895 - 1985), H. Fakhrudin (1890-1929), H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) (1908-1981), Ir. H. Djuanda Kartawijaya (1911-1963), Panglima Besar Jenderal Sudirman (1916-1950), Ki Bagus Hadikusumo (1890-1954), Kasman Singodimejo (1904-1982), Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir ( 1907-1973), Mr. Teuku H. Moehammad Hasan (1906-1997), Lafran Pane (1923-1991), KIyai Haji Agus Salim, Gatot Mangkupraja (1898-1968), Nani Wartabone (1907-1986), Dokter Soetomo, R. Otto Iskandar Dinata, dan pasti masih banyak yang lainnya.

Bagaimana kiprah mereka untuk bangsa ini? Jika tidak malu, mulailah bertanya pada diri sendiri seperti kata F Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan untukmu, tetapi tanyakanlah sumbangsih apa yang telah kamu berikan pada negara.” Apa tidak malu ketika menyebut diri sebagai aparatur negara tapi hanya bisa menyumbangkan kegaduhan untuk negara!


Jika membaca buku sejarah terlalu berat bagi seorang peneliti BRIN, tidak salah juga membaca artikel-artikel berita terkini bagaimana kiprah warga Muhammadiyah dalam membantu menangani korban bencana, penanganan COVID-19, mengajar di sekolah-sekolah pedalaman, Rumah Sakit dan klinik-klinik milik Muhammadiyah membantu pengobatan, dan lain-lain. Tidak mau juga? Yah, nonton film  Laskar Pelangi pun sudah cukup!


Tentang kepemimpinan? Jangan ajari warga Muhammadiyah tentang ketaatan kepada pemimpin. Dalam kasus ini, seharusnyalah persoalan penentuan 1 Syawal tidak dikaitkan dengan isu ketaatan pada kepemimpinan (negara). Gak nyambung! Pun, hal ini bukan diskusi kemaren sore, tapi sudah berlangsung lama dan tidak perlu lagi diperdebatkan apa lagi dengan penuh kebencian. Paling sederhana, silahkan membaca buku “Kalender Hijriyah dan Masehi 150 Tahun (1364-1513 H/ 1945-2090 M)” oleh Drs. J. Sofwan Jannah.


Jikalah warga Muhammadiyah itu tidak taat pada titah pemimpinnya, boleh jadi ketika kata-kata kotor Sang Peneliti itu diucapkan, ia tidak lagi akan melihat indahnya mentari bersinar pagi ini. Tapi, yakinlah warga Muhammadiyah tidak akan melakukannya. Ketika ketua umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, berkata, *"Diimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah agar tidak bersikap yang sama dengan mereka yang kerdil pemikiran dan sikapnya dalam beragama dan berbangsa. Tunjukkan bahwa warga Muhammadiyah berkeadaban, berilmu, berbangsa dan bahkan beragama lebih baik di dunia nyata," maka semua warga tunduk dan patuh. Itulah elegannya warga Muhammadiyah, terlepas proses hukum yang tentunya harus ditegakkan"


Jika proses hukum itu harus diteruskan pun bukan maunya warga Muhammadiyah tapi kehendak Sang Peneliti sendiri. Dia telah sesumbar, “Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara”. Seharusnya jangan minta maaf tapi minta tangkap agar sejalan antara perkataan dan perbuatan. Semestinyalah pihak berwajib memenuhi permintaan 'suci' ini. Tangkap!


Maaf? Saya yakin tidak hanya maaf yang telah diberikan warga Muhammadiyah untuk Sang Peneliti, tapi juga doa dan munajat kepada Allah agar dirinya mendapat hidayah. Yakinlah pintu terbuka untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Namun demikian, tentu saja sebelumnya, harus bersedia untuk 'dididik' dahulu karena warga Muhammadiyah tidak dibesarkan oleh kebencian dan ‘kejumutan’ tapi dengan ilmu dan keadaban seperti yang ditanamkan oleh KH Ahmad Dahlan. Warga Muhammadiyah tidak boleh kerdil dalam berpikir. Mereka harus berilmu dan beradab!


Akhirnya, kepada siapa saja, yakinlah sejak lama warga Muhammadiyah telah ‘menghalalkan’ darah mereka untuk bangsa ini. Jangankan darah, orang Muhammadiyah sudah mempersembahkan jiwa, raga dan nyawa mereka untuk membangun negeri ini. Tentu, tidak nyinyir di ruang media sosial, tapi temukanlah di lembar-lembar buku sejarah, di ruang-ruang kelas pelosok negeri ini, di tengah kaum duafa dan anak yatim, di ruang-ruang rawat rumah sakit, dan di tengah-tengah para korban bencana. Di sanalah darah warga Muhammadiyah dihalalkan dan diteteskan!


(*)


Editor     : Suyono

Sumber  : Kontenislam.com


***

*Komunitas Da'wah Istiqomah Surabaya*🇮🇩

Selasa, 18 April 2023

Muhammadiyah dan sholat Ied di lapangan



Pada mulanya, salat Idul Fitri dilakukan umat muslim di masjid karena menganggap keberadaan masjid lebih utama.


Muhammadiyah mengawali pembaharuan dengan menggelar salat Idul Fitri di lapangan. 


Haedar Nashir, dalam Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) menyebutkan bahwa pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan untuk “pertama kali” dilakukan Muhammadiyah pada 1926 dengan berlokasi di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta. Ini berarti tiga tahun setelah wafatnya Ahmad Dahlan.


Ahmad Dahlan telah tiada, namun api pembaharuan Muhammadiyah terus menyala.


Pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan merujuk pada hasil keputusan Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya.


Muhammadiyah yang menempatkan posisinya sebagai gerakan tajdid (pencerahan) menginisiasi salat Idul Fitri dan Idul Adha di tanah lapang sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. 


Tentu mulanya pemilihan lokasi ini banyak ditentang di masanya. 


Namun kini, kita bisa menyaksikan di berbagai lapangan, salat Idul Fitri dihelat. Pelaksananya bisa dari Muhammadiyah, organisasi lain, masyarakat, dan pemerintah.


Salat Idul Fitri di lapangan terus menjadi tradisi yang semakin meluas. Meskipun ada perbedaan penentuan hari-H Idul Fitri, namun pelaksanaan salat Idul Fitri di lapangan tetap berlangsung. 


Lalu, tiba-tiba, muncul kegaduhan tentang pemanfaatan lapangan publik untuk salat Idul Fitri. Kegaduhan itu dibuat oleh Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid dan Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menjelang Idul Fitri 2023 adalah buruk rupa toleransi yang sebatas retorika. 


Keduanya mulanya tidak mengizinkan lapangan Mataram Pekalongan dan lapangan Merdeka Sukabumi digunakan warga Muhammadiyah untuk beribadah salat Id pada Jumat (21/4/23). 


Keduanya lupa bahwa ide awal salat Idul Fitri di lapangan dimulai dari Muhammadiyah. 


(Dikutip dari tulisan di Mojok.com berjudul *Semua akan Menjadi Muhammadiyah pada Waktunya.*)

Senin, 17 April 2023

MENSUCIKAN NAFSU*

Oleh: Dr. Soetrisno Hadi, 7'73.




Dalam diri kita ada _nafs_. Biasa disebut dengan nafsu. Ada yang mengartikan sama dengan diri, _self_ . Ada yang menyebut sebagai " _ego_ " atau jiwa. 


Kebanyakan orang memahami makna nafsu dengan kecenderungan buruk dalam diri kita yang bila diikuti berakibat pada kerusakan dan kejahatan. 


Padahal para sufi, berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah, mengatakan bahwa nafsu itu bertingkat-tingkat. Dari yang terendah yaitu nafsu ammarah, _tyrannical_ _self_  hingga yang tertinggi nafsu suci, _pure self_ . 


Prof.Robert Frager,Ph.D, _muallaf_ dan guru besar psikologi modern yang menulis psikologi sufi dalam _Heart, Self, & Soul,_(Wheaton, Illinois,USA, 1999) mengatakan bahwa _nafs_ adalah proses yang dihasilkan oleh interaksi antara ruh dengan jasad. Tidak ada yang salah pada keduanya. Hanya saja hasil interaksi keduanya itu dapat saja menyimpang, _error_ .


Ketika ruh yang bersifat _immaterial_ itu masuk ke dalam jasad yang berwatak _material_, maka terbentuklah _nafs_ itu. Ruh akan kehilangan sifat immateri nya, karena dominasi jasad yang berwatak materi. 


Karena itu, dalam realitasnya _nafs_ itu bertingkat-tingkat. Dari yang terendah hingga tertinggi. Dari sifatnya yang amat merusak seperti _nafsu_ _ammarah_ misalnya menyakiti, mengambil yang bukan haknya, sampai membunuh. Hingga nafsu suci yang bisa _musyahadah_ bisa melihat Allah,swt pada Rasulullah,saw atau bermimpi bertemu Allah,swt pada Imam al-Ghazali,rhm atau lainnya. 


Membicarakan _nafs_ adalah bicara dinamika yang mengagumkan. Karenanya Allah,swt dengan jelas memaparkannya pada QS.asy-Syams,91:7-10. 


Perjuangan kita selama ini, di bulan Ramadhan, salah satunya adalah dalam rangka mensucikan _nafs_ dari sifatnya yang merusak menjadikan wataknya yang mulia terpuji, _al-akhlaq_ _al-karimah_ . 


Karena mulianya tujuan ibadah Ramadhan ini, maka amatlah bijaksana dan terpuji bila kita tetap tegar, ulet, dan tahan uji hingga bulan suci ini usai. 


Bahkan, kita boleh berharap bila semua orang di negeri ini beriman dan bertaqwa sebagai akibat dari ibadah Ramadhan ini. Dapat dipastikan keberkahan dari langit dan bumi akan dapat kita rasakan (QS.al-A'raf,7:96). 


Itulah negeri yang indah yang didalamnya terdapat ampunan Allah,swt, _baldatun thayyibatun wa rabbun_ _ghafur_ (QS.Saba',34:15). Selamat berjuang meraih kesucian jiwa, Allah swt memberkahi kita semua.

Minggu, 09 April 2023

SMA 7 Jakarta

 





Jl. Medan Merdeka Timur No. 14 Jakarta Pusat 


Salam berbagi,

Fadlik Al Iman 

MEMAHAMI RAHASIA PUASA

Oeh: Dr. Soetrisno Hadi  7'73




Sudah lebih dari separuh bulan Ramadhan dilalui. Sudah cukup banyak jumlah hari puasa yang didapati. Sudah nampak perubahan yang terjadi. Ada ke arah yang lebih positif, tetapi ada juga yang mulai terkikis erosi dan euforia lebaran. 


Mungkin perlu _rethinking_ memikirkan kembali untuk apa dan mengapa kita puasa. Sejatinya, ada begitu banyak rahasia di balik puasa. Syari'at yang dipertahankan Allah,swt untuk tetap dilaksanakan dari masa ke masa _kama_ _kutiba 'ala al-ladziina min qablikum_ (QS.al-Baqarah,2:183). 


 _Pertama_ , puasa tetap diwajibkan Allah,swt pada kita karena faedah dan manfaatnya yang sangat besar bagi manusia baik secara fisikal, psikikal, maupun sosial. 


Dengan kata lain, puasa difardhukan karena dibutuhkan. Selain itu, ketika kita berpuasa kita dengan sengaja telah meneladani sifat-sifat luhur Allah,swt. Seperti Allah,swt tidak makan, tidak minum, selalu sibuk dengan berbagai kebajikan. Seperti dituturkan dalam QS.ar-Rahman,55:29, "Apa yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan".


 _Kedua_ , berpuasa adalah mengarahkan diri dan hidup ini seperti Allah,swt yang Mahasuci. Puasa adalah ikhtiar religius untuk mengosongkan diri _takhalli_ dari kuatnya pengaruh hawa nafsu. Bersamaan dengan itu menghias diri _tahalli_ dengan sifat-sifat terpuji seperti berbagi _shadaqah_ dan lainnya. 


Pada ujungnya adalah kedekatan pada Allah,swt _taqarrub ila Allah_ , inilah pengalaman spiritual tertinggi yang dicapai seorang hamba dalam upaya dekat dengan _khaliq_ -nya. Pengalaman metafisis inilah yang dalam esoterisme Islam dikenal sebagai _tajalli_ . 


 _Ketiga_ , melalui puasa seorang hamba telah dengan sengaja mencitrakan dirinya seperti citra ketuhanan _imago Dei_ atau citra ilahi yang suci dan mulia. 


Karena itu, bisa dimengerti mengapa Syaikh 'Abd al-Qadir al-Jailani,rhm dalam kitabnya _Sirr al-Asrar_ menyebut ada puasa syariat, ada puasa tarekat. Atau dalam bahasa yang lebih umum, ada puasa fisik, ada puasa psikis menuju puasa ruhani. 


Berangkat dari pemahaman seperti itu, kita makin teguh dan yakin bahwa berpuasa adalah aktifitas pengabdian pada Allah,swt yang memang kita butuhkan dalam menuju kesempurnaan hidup di dunia. Kita sedang berjalan menuju _ridha_ -Nya dengan segala lika-likunya. 


Karenanya, ketegaran dan keuletan, semangat untuk terus maju meraih yang terbaik dari Allah,swt adalah obsesi kita semua. Semoga Allah,swt terus memberikan bimbingan, _tawfiq, hidayah_ , dan ' _inayah_ -Nya pada kita sekalian sehingga meraih ridha-Nya.


Salam berbagi,

Fadlik Al Iman 

Rabu, 05 April 2023