Senin, 12 Februari 2024

Jokowi Sibuk Bagi Bansos Hingga Membuat Rupiah Melemah

 Oleh : Prihati Utami 



Melihat berita akhir-akhir ini, posisi Presiden seperti tidak ada. Mulai dari kunjungan kerja di Jateng selama 5 hari, membagikan bansos di berbagai tempat secara langsung, akan terus menyalurkan bansos sampai bulan Maret, hingga mengomentari Presiden maupun Menteri boleh berkampanye.


Padahal Presiden merupakan pemimpin tertinggi. Berarti dia melakukan tugas-tugas yang bersifatnya kebijakan, bukan persoalan teknis. Sebab pekerjaan teknis dilakukan oleh orang-orang berada di lapangan tersebut. Seperti halnya bansos, seharusnya dilakukan dinas sosial terkait.


Kementerian Sosial saja tidak ikut serta dalam menyalurkan bantuan sembako secara langsung. Akan tetapi Pemilu 2024 bisa menjadi, Menteri lain hingga Presiden turun tangan untuk membagikan bansos tersebut. Atas dasar apa Menteri lain dan Presiden menyalurkan bansos langsung? Kan, tidak masuk akal.


Terlebih lagi persoalan Indonesia tidak hanya receh membagikan bansos, melainkan masalah stunting, kualitas pendidikan, rasio pendidikan, kesehatan masyarakat, infrastruktur tidak merata, hilirasasi belum selesai, investor masih kurang, kerusakan lingkungan, hak kawasan masyarakat adat, hingga nilai tukar rupiah.


Kita lihat saja, sejak akhir Desember nilai rupiah terhadap dolar semakin melemah sampai hari ini. Bahkan nilai tukarnya hampir tembus Rp 16.000. Ini jelas membuat harga di Indonesia menjadi naik dan membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. 


Kondisi nilai tukar di Indonesia berbanding terbalik dengan Negara Malaysia. Nilai tukar mereka tetap kuat di tengah permintaan dolar meningkat. Yah, bisa diartikan kinerja Presiden akhir-akhir ini menurun diakibatkan sibuk mengurus penyaluran bansos.


Belum lagi, di akhir masa jabatan seharusnya meninggalkan legacy yang baik. Justru Presiden secara tidak langsung mempermalukan dirinya sendiri, dengan ikut membagikan bansos, kunjungan kerja 5 hari di Jateng, ikut bersuara soal pilpres, dan kondisi jalan. Bahkan omongannya bertolak belakang dengan pernyataan sebelum masa kampanye. 


Bukan tidak mungkin lagi, legacy Jokowi saat turun buruk. Sebab ikut campurnya dalam pilpers dengan secara tidak langsung mengampanyekan paslon 02. Padahal untuk berkampanye mengharuskan cuti dan tidak memakai fasilitas negara. Nyata, Presiden memakai mobil dinas mengacukan 2 jari dan membagikan bansos secara langsung di depan baliho capres 02. 


Sudahlah Pak Jokowi terhormat, cutilah untuk berkampanye atau kembali netral dan melanjutkan tugas-tugasmu. Sebab jika nilai tukar rupiah terus melemah, akan terus terjadi inflasi dan membuat kebutuhan pokok dan selainnya akan mengalami kenaikan.


Kami tidak ingin harga kebutuhan naik seperti krisis tahun 98 atau pada masa-masa sebelumnya. Padahal dulu nilai tukar rupiah tahun 2000 tidak sampai Rp 10.000. Bahkan itu dapat dijaga hampir masa jabatannya habis, akan tetapi akibat terlalu disibukkan dengan pilpers juga membuat dolar meningkat kisaran Rp 2.500. Jadi lebih baik, Pak Jokowi tetapkan sikapnya. Supaya negara diurus dengan benar dan nilai tukar rupiah tidak melemah atau lebih baik menguat.

Salam berbagai,

Operasi Singkong Prabowo

Oleh : Angwar Sanusi

Di Situbondo 



Proyek food estate di Kalimantan Tengah sebetulnya adalah gambaran masa depan bagaimana negara ini mampu mandiri di bidang pangan. Namun di tangan Prabowo Subianto, angan-angan itu berubah menjadi satu ironis: masyarakat setempat justru kehilangan pangan dan mata pencaharian. Belum lagi pukulan penderitaan lain yang datang dari alam: saat hujan turun banjir lumpur menimpa rumah-rumah penduduk di Tewai Baru. 


Mengisi akhir pekan dengan menyaksikan investigasi Tempo soal food estate, sungguh bikin perasaan tak enak. Vidio itu tiba-tiba saja mampir di beranda youtubeku dan menyita perhatian. Dari tayangan itulah, ditambah beberapa informasi yang pernah aku dapatkan dari sumber lain, tulisan singkat ini aku buat. Bukan untuk mengomel, melainkan hanya sekedar berbagi pandangan. 


Sebelum Prabowo datang membabat hutan untuk ditanam singkong, warga setempat hidup dalam ketenangan. Mereka punya hubungan yang sangat erat dengan hutan. Baik untuk berburu, hingga menanam palawija. Hampir sebagian besar penghidupan mereka memang mengandalkan aktivitas hutan adat semacam itu. Namun sekarang, semua itu telah hilang. Satu persatu warga mulai meninggalkan kampung halaman. 


Yang sangat memukul, warga tidak tahu bahwa hutan yang selama ini menopang hidup mereka akan dibongkar untuk lahan singkong. Tiba-tiba saja sudah datang alat berat. Pembukaan lahan juga dilakukan tertutup, dan dijaga ketat petugas berseragam tentara. Warga tak diijinkan menginjak lokasi bahkan sekedar untuk melihat-lihat, apalagi protes ataupun mengiba. 


Sekarang kabar kegagalan proyek itu yang justru menghantam kita. Bahkan yang lebih miris, Kementerian Pertahanan yang dikomandoi Prabowo justru menyebut, mangkraknya kebun singkong disebabkan ketiadaan anggaran. Semua tahu, sudah lebih dari satu triliun anggaran yang dihabiskan untuk proyek tersebut, dan hasilnya menguap. Dengan tidak mengurasi rasa hormat, kita bisa bergumam kagum: itulah mental korup pejabat.


Tidak mungkin kita bicara kementerian pertahanan yang mengelola proyek itu tanpa melibatkan peran sentral seorang Prabowo. Terlepas apakah dia seorang calon presiden, atau ketua umum Gerindra. Dari sini, masyarakat bahkan bisa menilai proyek tersebut hanya main-main, tak tak pernah digarap dengan serius. 


Aku sendiri melihatnya sederhana. Proyek food estate yang diamanahkan ke Prabowo justru dijadikan sarana untuk memperkuat posisi dirinya. Itu terlihat bagaimana PT Agrinas masuk. Orang-orang kepercayaan Prabowo di Gerindra menjabat pimpinan disana. Sementara komisaris, diisi para purnawirawan TNI, yang juga anggota tim kampanye Prabowo 2019. 


Artinya proyek yang sejatinya bertujuan untuk kemakmuran, justru dijadikan operasi senyap Prabowo. Ia menghimpun kekuatan besar dari sini. Bukan hanya logistik, namun juga mengokohkan kembali jaringan-jaringan lamanya. Tujuannya cuma satu untuk mencengkram kekuasaan pada Pilpres 2024. 


Pada akhirnya wajar jika proyek itu berujung gagal. Keberhasilan memang bukan tujuan, apalagi kemakmuran rakyat, nanti dulu. Masyarakat yang terdampak nyatanya juga dibiarkan begitu saja, tak dilihat sama sekali. Sebab yang utama adalah bagaimana Prabowo bisa membuat kekuatan besar sebagai modal untuk pencapresannya. Ya, itulah operasi singkong yang dijalankan seorang Prabowo.


Salam berbagai,