Senin, 15 Februari 2021

Radikal VS Rezim

 *PROF DIN SYAMSUDDIN RADIKAL ?*


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik


Prof Din Syamsuddin dalam kapasitas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas tuduhan radikalisme oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung ( ITB). Prof Din dituding melanggar kode etik dan kode perilaku. 


Laporan awalnya dilayangkan oleh GAR ITB ke KASN melalui e-mail dan surat pada Oktober tahun lalu (2020) dan kemudian ditindaklanjuti langsung dengan mendatangi KASN. Diantara substansi laporan, adalah soal tuduhan sikap Din yang dianggap mengeksploitasi sentiman agama.  


Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI, adalah sejumlah kata yang menjadi 'Paket Wajib' untuk menyerang siapapun yang berseberangan dengan rezim. Agar Anda dapat disebut Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI, anda tidak perlu korupsi E KTP, korupsi Jiwasraya, korupsi benih jagung, korupsi Asabri, hingga korupsi dana Bansos.


Anda, juga tak perlu menyuap hakim 2 miliar, menggunakan jam tangan Richard Mille, ketahuan bikin video mesum, menjual Indosat, melepas Sipadan dan Ligitan, menyerang kantor media, menjadi buron seperti Harun Masiku, mengedarkan Narkoba, melecehkan agama seperti Abu Janda, Deni Siregar dan Ade Armando. Tidak perlu, karena itu semua bukan syarat untuk dapat disebut Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI.


Agar Anda bisa mendapat predikat Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI cukuplah Kritik Rezim, berseberangan dengan Rezim, dan menolak bungkam pada kezaliman rezim. Bukan hanya disebut Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI, kalau ada nasib Anda akan dapat jackpot menjadi korban kriminalisasi.


Jadi, kalau Prof Din Syamsuddin dilaporkan ihwal tuduhan radikal, ya begitulah antek rezim. Sama orang ngomong gaharnya luar biasa, giliran sama gerombolan perusak bangsa bungkam. Mereka ini beranggapan, menjadi ASN itu wajib menjadi budak rezim. Seolah, rezeki ASN itu yang memberi rezim Jokowi.


Kalau enggan disebut Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI, menjilat saja pada rezim. Anda akan berubah menjadi orang yang toleran, bijak, pro kebhinekaan, paling Pancasila, paling NKRI, jika anda berkelakuan seperti Abu Janda, Ade Armando, dan  Deni Siregar.


Tapi jelas saja, anda tak mau bahkan bersumpah tujuh turunan ogah ada anak cucu seperti Abu Janda, Ade Armando, dan  Deni Siregar. Anda adalah pejuang, sama seperti pejuang terdahulu yang tak peduli disebut radikal dan ekstrimis oleh penjajah Belanda.


Nomenklatur Radikal, fundamental, ekstrem, intoleran, anti Pancasila dan anti NKRI, hanyalah tuduhan. Ini adalah alat politik untuk membungkam seruan kebenaran.


Karena itu, Kepada Prof Din Syamsuddin teruslah menyuarakan kebenaran. Yang lopar, lapor dan laper radikal radikul itu orang bodoh saja. Dikiranya, bisa menghalau atau setidaknya membelokkan arah perjuangan. 


Bangsa ini sedang sakit, butuh dokter Umat. Saat ini, siapapun yang ingin mengobati bangsa ini harus tetap fokus pada penyakitnya. Abaikan, teriakan orang orang bodoh yang tak paham dengan teriakannya sendiri.


Jika orang yang paham bungkam, jika yang tahu memilih diam, kapal negeri ini pasti akan karam. Kita, tidak akan tinggal diam, melihat kapal ini terus dilubangi, oleh orang bodoh yang diamanahi sebagai nahkoda.


Suara kebenaran itu akan memantik suara lainnya, saling bersautan, dan akhirnya bisingnya kebenaran akan menenggelamkan kebatilan. Kalau yang bodoh, yang merusak, begitu lantang dengan teriakan kejahilannya, maka kita yang waras, yang mengerti kondisi bangsa ini, harus lebih nyaring bersuara. [].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar