Jumat, 17 Januari 2014

Opini sakit hati

Indonesia vs Papua Merdeka, ungkapan ini nyaring lagi setelah menghantui kegelisahan anak bangsa yang cinta akan Tanah Airnya. Para pemimpin melayangkan kata memahami hati nurani rakyat, namun pada kenyataannya, uang aspal jalanan dikunyah, keringat buruh dihirup, uang makan janda dikentit, semuanya jadi kasus yang umum namun bisu dan tetap memilih.

NKRI harga mati, slogan yang selalu dilayangkan para jendral, namun hartanya lebih kaya dari institusinya. Institusinya hanya punya barang tua kalaupun baru didapatkan dari hutang. Tidakkah kita bisa belajar dari sejarah. Betapa para pelopor negeri ini sangat mencintai bangsanya. Rongrongan asing ditepisnya, hingga tak ada yang berani mengotak ngatik kehormatan negeri ini.

Cemua pemimpin terlalu cinta akan dunia, takut lengser, takut mati. Sementara rakyatnya sudah mati duluan dengan kecintaannya pada hedonisme, nonton tv nggak mutu, main game sampai lupa waktu, sungguh penjajahan yang melenakan. Lalu apa hasil dari semua ini. Cita cita menjadi kabur, apakah ini namanya kufur nikmat, diberikan kemudahan namun lalai mengemban amanah.

harta dunia melenakannya, berapa kantong yang diisi harta tak terhingga, sementara jutaan rakyat hidupnya sengsara di bumi khatulistiwa yang tentram raharja "katanya". Sementara di luar sana banyak orang tak tidur, menstrategikan bagaimana mengeruk kaya dengan mengambil emas, mendulang kejayaan untuk kini dan generasi nanti dengan memberikan sumpelan emas kepada penguasa di dalam.

Bisakah para pemimpin bisa belajar dari kasus kasus yang telah terjadi, Timor Leste, apakah Papua akan bernasib serupa. Hal ini harus menjadi agenda penting calon pemimpin nanti yang katanya ingin membawa Indonesia kedalam martabat yang diidamkannya. Memakmurkan dengan merata dan masih banyak program program yang diseliwerkan semoga terwujud.

"Jangan memilih pemimpin banci, menghianati Ibu pertiwi".

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar