Kamis, 13 Juni 2013

Musim tidak menentu

Coba kau tanya ibu ibu pembuka lapak kaki lima di pinggir jalan. "Apakah hari ini panas ?", jawabnya cuma tersenyum, jika ditanyakan kembali, "Apakah pernah merasakan ruang AC sampai tertidur ?" jawabnya "ya belum pernah Mas". Kehidupan manusia disesuaikan dengan kesehariannya. Terbiasa dengan panas terik, bersetubuh dengan keringat, debu debu di jalan atau bising suara knalpot menderu. Hal itu sudah dirasakannya sejak lama.

Berbeda situasinya dengan ibu ibu salon yang jarang merasakan terik. Sering di rumah dengan ruangan dingin memanjakan. Jikalau keluar rumah maka keluhannya takut hitam. Cerita kecil ini sungguh sangat kecil jika dibandingkan dengan perubahan bumi ini. Bumi terus berputar, kenjataan musim menentu kini tak dapat diprediksi. Dalam satu tahun ini kita tidak lagi menemui musim kemarau, dalam tahun ini belum saya dengar nelayan gembira karena hasil melautnya yang memuaskan.

Banyak cerita pinggiran yang bisa diceritakan untuk memaksa bahwa hidup cukup tak perlu lagi dikeluhkan. Apa ancaman Jakarta ke depan. Jakarta akan tenggelam, meski kemarau Jakarta sudah ditenggelamkan dengan banyaknya masalah polusi asap, medan hijau yang semakin sempit. hak pejalan kaki yang sering disrempet kendaraan. Musim tidak menentu, aura liar manusia mengalir sesuai keinginannya, membuat banjir, membuat keluhan keluhan baru, tanpa berupaya menyelesaikannnya. Amarah, rayuan, cacian, pujian dapat terjadi dengan tiba tiba seperti gerimis, terik, hujan lebat, panas dahsyat. Musim tidak menentu, terus berjalan beriring darah sang hidup.

Musim tidak menentu.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar