Jumat, 07 Juni 2013

Momentum Ocean Day

Ungkapan bahwasanya "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" nampaknya menjadi fokus ke dua setelah manusia mencari penghidupannya di daratan. Semua yang bekerja memaksa berhimpitan untuk mendapatkan lapaknya di kota. Hal ini sangat mempengaruhi kehidupan di laut kita. Untuk nelayan di Bali utara rata rata di atas usia 30, ini menandakan semakin sedikitnya pilihan mata pencaharian di laut.

Hal tadi harus menjadi koreksi bersama, apa yang sebenarnya terjadi di laut kita. Aktivitas manusia di daratan ternyata mampengaruhi terhadap kehidupan laut, sebut saja di Taman Nasional Pulau Seribu. Sampah dan limbah dari daratan bermuara ke laut, terumbu karang yang ada ditutupi sampah sampah plastik dan lainnya. Ketika terumbu karang terancam, maka secara langsung akan mempengaruhi kehidupan ikannya.

Tak hanya itu, lahan lahan bakau menjadi semakin sempit. Parumahan menggatiakan posisinya di lahan itu. Sebetulnya banyak peraturan yang melindunginya, namun payung hukum tersebut sepertinya tidak cukup sakti ketimbang kebijakan pejabat yang memiliki kewenangan. Peaturan hanya menjadi macan kertas, pelakunya lebih buas dari macan, srigala, drakula dan lainnya.
Kapal Rainbow Warrior merapat di pelabuhan Benoa dalam aksi penyelamatan laut Indonesia, foto : Fadlik

Tanggal 8 Juni kami peringati Ocean Day, kami masih punya mimpi untuk menyelamatkan laut Indonesia, dari gerakan kecil mendidik anak anak di pesisir, bersama sama membuat rumah ikan. Semoga kita semua bisa berfikir, bahwa ketika kita menghancurkan semuanya, maka alam akan lebih marah pada kita. Lihat saja sekarang, nelayan mengeluh karena jarang sekali mendapatkan ikan. Semoga kedepan kehidupan pesisir dan laut Indonesia makin menjanjikan.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar