Selasa, 22 Oktober 2013

Letih

Tubuhmu licin sesantan kelapa
Lembab berkepanjangan
Sudah kubuktikan usai kau bongkar pelana kuda pengantar kerjaku
Setiap hari sebelum magrib

Rambutmu hilang ditiup angin
Semesta mungkin membenciku karena tak mampu menjaganya
Seketika rayuan datang
Detiknya pas ketika sepi
Suaranya berulang ketika kosong

Kakimu berbelah sebelum dan setelah
Dimakan kecewa yang terik diatas aspal, tanpa izasah kau bekerja seharian
Dan waktu menuliskan rapot
Betapa tersinggungnya ibu keadilan
Betapa malangnya aku ketika kau goda setiap hari dengan meninggalkan kewajibanku pada harap
Semuanya lembut, halus, hingga aku menagih senggama dalam waktu yang kini terasa cepat

Kelai demi helai bahan tak terpakai, kering dan usang dimakan terik
Waktu berlalu dan kita semua meninggalkan janji yang telah dibuat ketika kain kotor, lalu basah dan dibilas.

Berapa kali tiang jemuran berpindah, namun cekcok berkawin waktu
Berapa juta gilasan roda dari rumah menuju kerja dan kami congkak di atasnya

Kebun buah, sayuran, terbengkalai karena letih
Letih pada suara yang tak pernah titik
Letih pada warna yang sembunyi kemudian tumpah

Ludah itu dimakan waktu, namun lekang telah bersuara
dan kini hal nya merubahkan sikap pada dewasa yang untuk kita

Denpasar, 01.29, 10/22/13
Salam,
f@i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar