Jumat, 14 Juni 2013

Satu kisah

Apa saja yang menyebabkan korupsi, salah satunya adalah gaya hidup. Ungkapan besar pasak daripada tidang sepertinya sudah dari dulu berkumandang. namun demikian, semua difasilitasi untuk membeli apa saja yang sebetulnya tidak perlu. Lihat saja di supermarket, semua terpampang gamblang, hingga semuanya dengan mudah bisa diambil. Tadinya nggak perlu jadi berasa perlu. Ibu ibu lihat barang baru langsung berbisik ke suaminya, membandingkan dengan tetangga.

Satu contoh kisah tadi sebetulnya membuat kita semakin miskin. Korupsi terbiasa dilakukan, dari di bawah meja sampai meja mejanya juga dikorup. Sementara hukum masih dinilai pilih kasih, hukum hanya untuk orang kuat, yang lemah pasti kalah, meski taruhannya adalah kebenaran, sebuah fakta yang terpampang.

Saya teringat sebuah cerita Pramodya Ananta Tour yang bersumber dari Tirto Adhi Soerjo salah seorang perintis jurnalistik di Indonesia(Bapak Pers Nasional). "Di daerah daerah banyak yang menjual tanahnya, demi titel Haji",walhasil ketika pulang membawa titel. Titel yang sebetulnya lebih penting dikenang menurut saya bukan Haji-nya, tapi "tamu"' mengapa tamu ?, karena ketiaka ia pulang tanahnya tak ada lagi. Ada ungkapan diam diam para cukong tanah bahwa membeli tanah paling murah adalah ketika musim haji. Lagi lagi gaya hidup melenakan semuanya.


Neolibralisme akan terus berubah bentuk, memperbaharui aroma hingga kita terlena, satu hal yang paling penting adalah "jangan sampai menjual tanah". Jika hal itu terjadi, makin banyak orang terpinggirkan, ketegangan makin meluas, ketegangan akan mengundang bencana. Hingga pada saatnya nanti, kita akan jatuh terkapar dan mati ungkap Virgiawan Listanto.

Salam berbagi,
f@i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar