Rabu, 03 Desember 2025

Kenapa

 HARI KELIMA: KAMI BELAJAR HIDUP TANPA MEREKA


I

Hari kelima. Lumpur mulai menjadi bagian dari kulit kami.

Sungai memang surut,

tapi sunyi justru meninggi,

seakan ingin memperlihatkan

betapa mudahnya penguasa

melupakan sebuah desa

tanpa merasa kehilangan apapun.


II

Di pengungsian, sandal-sandal basah

berbaris seperti bukti

yang tak pernah dipersidangkan.

Anak-anak bertanya

kenapa makanan tak kunjung datang,

dan kami, orang dewasa,

tak tahu bagaimana menjelaskan

bahwa yang lapar bukan hanya perut,

melainkan kepercayaan.


III

Tadi pagi seorang pejabat muncul di layar ponsel,

katanya: “semua sudah terkendali.”

Kami tertawa lirih,

bukan karena lucu,

tapi karena kata-kata itu

berjalan tanpa memandang ke arah kami.

Hutan kami dulu rubuh

oleh izin yang ditandatangani cepat,

lebih cepat dari bantuan

yang masih tersesat di ruang rapat.


IV

Malam kelima. Angin membawa bau anyir

yang tidak bisa disensor.

Jika pejabat itu akhirnya datang,

kami tak akan menyambutnya

dengan tangan terulur.

Kami hanya ingin tahu

apakah mereka sanggup menatap kami

tanpa menunduk,

tanpa menyalahkan cuaca,

tanpa mencari kamera,

dan tanpa takut mendengar nurani,


bahwa kami sudah berhenti

menunggu mereka sejak kemarin.



***


30 November 2025

Helvy Tiana Rosa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar