Minggu, 07 Februari 2016

AKU YANG DINGIN

Ranting ranting telanjang, kerempeng. Daun daun kekuningan, coklat, jatuh di atas aspal aspal masa silam, si atas sejarah panjang penjajahan. Daun pun lebur dan bisu.

Besi besi lekang, coklat, meradang, butuh perhatian, menjadi pasak kota ini. Memicu kendali mode mode Dunia. Kaku tanpa bayangan. Kau kah yang mengajak dia bicara, atau kembali diam seperti bait di atas tadi.

Langit penuh selimut, matahari, mata hati, mata rantai hijau dan pembangunan, hanyalan dan perang. Bersama angkasa dan kasih sayang. Betapa pun kenyataannya tadi. Aku kini dingin, datang dari jauh, menyentuh kenyataan. Membelai masa silam, menggagahi ketakutanku sendiri.

Apa mungkin kita selalu kalah, dalam tikai politik Dunia, semua karam jika hidup tanpa maksud, Nun sejarah, memberikan waktu lama untuk kita berpikir, mengapa kini kita tak maju maju, mengapa rasa dingin menjadi jamu, alam kaya menjadi lengah.

Untukmu yang sedikit bisa menyimak, aku bersama tulisan kayu, sedang dingin menunggu rapuh,  akan bedaur dan membentuk kemungkinan kemungkinan baru.

Paris, 22 Des 2015.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar