Minggu, 25 Januari 2015

BELA DIRI KHAS BETAWI

Sabtu malam di sebuah halaman yang terhalang pagar se tinggi dua meter,  beberapa anak memerhatikan gerakan guru silatnya. Semua ini untuk membangun kesiapsiagaan merujuk surat An Nisa 71 ungkap Bang Ai yang kebetulan juga menyediakan tempatnya sebagai sarana latihan.

Malam malam sebelumnya telah berbincang bang Sinyo dan beberapa pemuda di kelurahan Karet Tengsin untuk melestarikan seni bela diri khas Betawi ini, nama seni ini adalah Silat Cingkrik. Menurut cerita silat ini berasal dari Rawa Belong yang dipopulerkan oleh Ki Maing.

Siapa kira jika ilmu bela diri Cingkrik ini terinspirasi dari hewan yang lincah bergerak, tak heran jika Cingkrik ini pun berasal dari bahasa Betawi yakni Cingkrak Cingkrik yang berarti lincah.

Kini kelincahan ini diikuti oleh beberapa anak di area gang Buaya Kelurahan Karet Tengsin, seraya berkata "elu jual gue beli". Bersiagalah generasi muda, jangan kebanyakan main game online, gumamku menutup pertemuan ini.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Cukil Kayu

Adalah Adi dan Ade sobat karip jurusan seni rupa yang memberikan materi Cukil Kayu. Pertemuan tersebut sebagai sarana komunikasi,  jika kata kata tak mampu melawan,  maka simbol menjadi bahasa perlawanannya. Cukil Kayu menjadi media untuk penyampaikan pesan lingkungan sekitar,  mengingat kami juga tergabung dalam anggota Sapta Pala. Adi dan Ade adalah potret semangat senior yang ingin berbagi.

Pada hari pelaksanaan Handoko yang menjabat sebagai ketua pelaksana harian Sapta Pala mengajak beberapa anggota Sapta Pala SMA 7 Jakarta untuk mengikuti Workshop Cukil Kayu.
Beberapa peserta mengaku terkesan dengan acara tersebut, salah satu di antaranya juga baru mengetahui, bahwa sebelum ada teknik sablon kaos maka Cukil Kayu inilah yang mengemuka.

Putra ketua DP Sapta Pala juga memberikan dukungannya pada kegiatan positif ini, kami memang lebih banyak mandiri dalam mengelola kegiatan. Meski kerap tak banyak dukungan dari pihak Sekolah mereka tetap terus belajar. Setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah Sekolah.

Cukil Kayu telah menjadi media dimana mereka ingin menyampaikan ekspresinya terhadap lingkungan sekitar. "bersuaralah, bagai ombak di lautan tutup Putra".

Salam berbagai,
Fadlik Al Iman