Minggu, 09 Februari 2014

Belajar dari biji

 adu biji asam.foto.fadlik
"Kamu laki laki ?, kita adu biji. Biji apa ?, biji karet, biji kemiri atau biji asam ?", begitulah petikan dialog anak anak ketika itu. Permainan menjadi sebuah keharusan dalam keseharian. Media dimana satu sama lain berinteraksi, membaca rasa, hasrat, keinginan, maksud dan masih banyak lagi, anak semakin kaya karena berinteraksi dengan banyak teman.

Sekarang waktu berubah, anda punya biji ?, biji terletak di dalam bukan di luar. Disaat semua melapisi luaran dengan baik, mengkilat, menyilaukan justru lupa dengan biji. Biji adalah isi, isi di dalam akan punya nilai jika ada biji. Pada biji harapan ke depan tertanam, lihat saja biji karet, kemiri, asam. Semua bukan hanya biji, namun infestasi jangka panjang yang nanti akan kita rasakan.

Permasalahannya sekarang orang melupakan biji. Paya tanpa biji, semangka tanpa biji, jambu dan masih akan lebih banyak lagi yang akan diupayakan tanpa biji. Mereka lupa bahwa kekuatan keberlanjutan terletak pada biji.

Ketika dulu saya bertarung lewat biji, maka semua akan sepakat bahwa biji yang paling kuat (tidak pecah) maka biji tersebut yang akan jadi pemenang. Petarung bangga karena memiliki biji yang kuat. laki laki yang memiliki biji kuat akan memimpin.

Mungkinkah di zaman sekarang mereka masih mempertahankan biji, sementara arus global selalu menampakkan luarnya saja. Semua akan dimenangkan jika beruang, jika dekat dengan kekuasaan.

Harusnya kita semua berkaca pada permainan masa silam, dimana pertarungan menjadi sangat obyektif jikalau semua mampu melihat dan dengan yakin biji manakah yang paling kuat dan dimenangkan.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar