Jumat, 06 September 2024

Drone Buatan Umar

 


Bang Faisal

 




Selamat jalan bang Faisal Basri Batubara

 *Selamat Jalan Bang Faisal*



Oleh: Ahmady Meuraxa, wartawan tinggal di Medan


Ketika mendengar ia sedang berada di Medan pada Sabtu 31 Agustus lalu, aku bersama sahabat Irmansyah Lubis lantas menyambanginya ke Hotel JW Marriot untuk berdiskusi berbagai hal soal kebangsaan. Kala itu kondisi kesehatan Faisal Basri terlihat cukup menurun. Saat berjalan dari lift menuju lobby, ia sempat sempoyongan. Hampir saja terjatuh, tapi ia tetap berusaha tegak.


Rencananya kami akan mengajak ia menikmati masakan khas Medan di kawasan kota. Tapi karena kesehatannya tidak mendukung, Ia meminta sebaiknya ngobrol di restoran hotel saja. 


“Mata saya agak kabur. Saya malah sempat kehilangan orientasi saat turun dari lift tadi. Saya kira hari sudah malam, tak taunya masih siang,” ujarnya. 


Faisal turun dari kamarnya seraya membawa koper dan rangsel karena akan segera berangkat siang itu kembali ke Jakarta. 


“Nanti antar saya ke stasion kereta ya,” ujarnya.

“Tenang bang, kami antar langsung ke Bandara Kualanamu saja,” ujarku. 

“Nggak usah, saya lebih suka naik kereta. Lebih pasti, lebih santai,” katanya.


Kami pun sempat berbincang ringan di restoran sambil menikmati lontong ala JW Marriot yang tentu saja tidak seenak lontong di pinggir jalan.


“Kesehatanku agak menurun sejak dua bulan terakhir ini.  Ada yang mengatakan kalau aku terkena guna-guna karena terlalu sering mengkritik penguasa,” katanya. 


Entah itu bercanda atau tidak, Faisal Basri menyampaikan keluhan itu dengan sangat serius. Saat makan satu suap lontong yang tersaji di atas meja, ia sempat terbatuk dan muntah. Namun ia berusaha menelan kembali muntah itu. Mungkin untuk berusaha membuat kami tenang.


Tampak sekali ia berusaha untuk tetap nyaman saat berbincang. Melihat kondisinya yang kurang sehat itu, aku dan Irmansyah tidak banyak cerita yang  berat-berat. Kami lebih perhatian  pada fisiknya yang cukup menurun. Suaranya pun sangat pelan sehingga perlu konsentrasi penuh untuk bisa mendengar setiap ucapannya.


Kebetulan Irmansyah masih memiliki ikatan persaudaraan cukup dekat dengan beliau. Mereka sempat berbincang menanyakan kabar kerabat yang lain. Keduanya sama-sama berasal dari tanah Mandailing. Faisal Basri masih tergolong keponakan  dari Adam Malik Batubara, wakil presiden (1978-1983).


Faisal Basri sejatinya juga bermarga Batubara. Namun ia enggan melekatkan marga itu pada namanya. Semua anak-anaknya juga tidak ada yang mencantumkan marga Batubara pada nama mereka. 


Aku sempat bercanda, “ Bang, kalau abang tinggal di Sumut, pasti abang sudah dimarahi para tokoh adat di sini. Harusnya dipakailah marga itu,”


Faisal menjawab santai, “Aku tak mau marga itu terlalu diobral murah. Biarkan dia melekat pada darah dan sejarah. Tapi semua anak saya tahu kalau kami adalah Batubara asal Mandaling,” katanya.


Saat asyik berbincang, Faisal Basri beberapa kali terlihat mengeluhkan  perutnya yang terasa sakit. Bahkan ia sempat tertidur di kursi seraya tangannya bersender di atas handle koper yang ada di sampingnya. Saya dan Irmansyah tidak  berani mengganggu lagi. Tanda-tanda kelelahan terlihat  jelas pada wajah dan fisiknya. 


Selang 10 menit kemudian ia terbangun dari tidurnya. Kami pun tak mau mengajaknya berbicara panjang lebar lagi karena waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 wib. Sementara pesawatnya akan berangkat  ke Jakarta pada pukul 16.44 wib. 


“Bang, sebaiknya kita berangkat sekarang saja. Yuk kami antar ke stasion kereta,” ujar Irmansyah.


Kami pun beranjak menuju mobil yang parkir di belakang. Aku terpaksa harus memegang kopernya karena Faisal Basri terlihat agak kesulitan berjalan. Sesampai di gerbang stasion di Jalan Jawa, aku segera meminta satpam mengawalnya naik ke atas. Itulah momen pertemuan kami terakhir dengan ekonom ternama itu. 


Faisal Basri tiba di Medan pada 29 Agustus 2024 untuk melakukan peninjauan ke wilayah Sidikalang, Kabupaten Dairi. Ada aktivitas tambang yang ingin dipantaunya di kawasan itu. Selama tiga tahun terakhir Faisal mengaku lebih aktif bergelut dalam isu ekonomi dan lingkungan. Perjalanan ke Dairi itu yang sempat ia keluhkan kepada kami. 


“Dingin sekali di sana. Sepanjang jalan kaca mobil yang kami tumpangi dibuka. Tida ada AC sama sekali. Sungguh tidak nyaman bagi saya,” ujarnya. Sepulang dari Dairi itu, kondisi kesehatannya  mulai menurun.


Ketika kami berpisah di stasion kereta, Irmansyah sempat mengingatkan Faisal segera memeriksakan diri ke dokter. Faisal menganggap setuju. Jika kondisinya normal, Faisal berjanji segera kembali ke Medan untuk menghadiri beberapa pertemuan di kampus. 


“Pokoknya kalian tentukan saja tanggalnya lebih awal, saya siap datang. Saya akan paparkan data-data kebobrokan ekonomi Indonesia di masa Pemerintahan Jokowi kepada para mahasiswa di Medan,” ujarnya.


Kami memang sudah berencana akan membawa Faisal Basri memberikan kuliah umum di 5 kampus di Sumut. Kami sangat yakin akan  ada banyak sekali informasi menarik yang bisa ia sampaikan, termasuk soal penyelundupan nikel yang melibatkan menantu Jokowi, Bobby Nasution.


Namun rencana itu akhirnya terkubur setelah Kamis pagi (5/9/2024) aku mendengat kabar kalau Bang Faisal Basri telah kembali ke pangkuan Allah SWT di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta. 


Innalillahi wa innalilahi rajiun. Telah berpulang satu orang cerdas, jujur dan baik hati di negeri ini. Faisal dikenal sebagai ekonom yang idealis dan terpercaya. Semua analisisinya selalu dilengkapi dengan data. 


Ia merupakan dosen ekonomi yang cukup disegani di Universitas Indonesia, sekaligus salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya.  


.......🙏🙏🙏😭😭😭🌹🌹🌹

Kamis, 05 September 2024

Puisi Sang Pemberani

 Sebelumnya, pada tahun 2023, Faisal Basri mengunggah tulisan panjang soal kritiknya terhadap pemerintah yang jorjoran mendorong industri nikel. Unggahan itu tebit pada 19 Agustus 2023 dengan judul 'Kehadiran Smelter Nikel Tak di Ruang Hampa'. Tulisan itu menguraikan lingkungan eksternal atau lingkungan strategis yang mewarnai keberadaan smelter nikel di Indonesia.



Adapun postingan terakhir yang diunggah Faisal Basri di blog tersebut pada 18 Agustus 2024 berupa puisi berjudul Rumah Indonesia, Rumah Kita. 

Berikut bunyi puisi terakhir Faisal Basri tersebut:

Rumah Indonesia, Rumah Kita

Indonesia adalah Rumah Kita

Tempat  bermukim buat semua

Tak membedakan suku, warna kulit, agama, dan asal muasal

Untuk merajut asa wujudkan Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera

*

Kita berbagi cerita dan cara

Bukan memonopoli mau sendiri dan mimpi kosong

Bukan dengan memaksakan kehendak dengan bedil

Bukan dengan menindas kelompok yang tidak disuka.

Bukan dengan membungkam barisan seberang

*

Anasir-anasir negara dan korporasi berkelindan

Mewujudkan mimpi mereka sendiri

Merampas tanah rakyat

Membungkam suara Nurani

Mengeruk kekayaan negeri untuk membangun kerajaan lewat politik dinasti

Mereka membentuk kawanan rayap dan kecoak bertaring tajam

Mengusik rumah kita, Rumah Indonesia

*

Mereka kian menggerogoti segala penjuru rumah kita

Menyerang fondasi

Mengacak-acak pilar-pilar bangunan


Selamat jalan Bang Faisal,

Jasamu Abadi