Dulu, ia duduk di kursi empuk, berjas rapi, dengan senyum penuh percaya diri. Hari ini, ia duduk di atas reruntuhan, dengan wajah letih dan pakaian lusuh. Inilah wajah manusia yang direnggut mimpinya oleh perang.
Sungguh, perang dan genosida tidak hanya membunuh tubuh. Ia juga merobek harapan, mencuri tahun-tahun kehidupan, meruntuhkan masa depan, dan menghapus senyum. Dari seorang pengacara yang bermimpi menegakkan keadilan, kini ia menjadi korban ketidakadilan paling keji.
Kisah ini bukan hanya tentang satu orang. Ini adalah wajah dari ribuan, bahkan jutaan jiwa yang kehilangan rumah, keluarga, dan masa depan.
Maka, mari kita belajar. Bahwa hidup ini bukan hanya tentang kita sendiri. Selagi kita masih punya kesempatan, gunakan tenaga, harta, doa, dan suara kita untuk kebaikan. Karena kebaikan sekecil apa pun bisa menjadi cahaya di tengah gelapnya dunia.
Jika hari ini kita masih bisa makan dengan tenang, tidur di tempat yang aman, dan tersenyum bersama orang yang kita cintai—maka itu bukan hal sepele. Itu adalah nikmat yang wajib disyukuri dengan amal.
Jangan tunggu musibah menghancurkan kita baru sadar arti hidup. Mari berbuat baik mulai sekarang, selagi masih ada waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar