Oleh : Prihati Utami
Melihat berita akhir-akhir ini, posisi Presiden seperti tidak ada. Mulai dari kunjungan kerja di Jateng selama 5 hari, membagikan bansos di berbagai tempat secara langsung, akan terus menyalurkan bansos sampai bulan Maret, hingga mengomentari Presiden maupun Menteri boleh berkampanye.
Padahal Presiden merupakan pemimpin tertinggi. Berarti dia melakukan tugas-tugas yang bersifatnya kebijakan, bukan persoalan teknis. Sebab pekerjaan teknis dilakukan oleh orang-orang berada di lapangan tersebut. Seperti halnya bansos, seharusnya dilakukan dinas sosial terkait.
Kementerian Sosial saja tidak ikut serta dalam menyalurkan bantuan sembako secara langsung. Akan tetapi Pemilu 2024 bisa menjadi, Menteri lain hingga Presiden turun tangan untuk membagikan bansos tersebut. Atas dasar apa Menteri lain dan Presiden menyalurkan bansos langsung? Kan, tidak masuk akal.
Terlebih lagi persoalan Indonesia tidak hanya receh membagikan bansos, melainkan masalah stunting, kualitas pendidikan, rasio pendidikan, kesehatan masyarakat, infrastruktur tidak merata, hilirasasi belum selesai, investor masih kurang, kerusakan lingkungan, hak kawasan masyarakat adat, hingga nilai tukar rupiah.
Kita lihat saja, sejak akhir Desember nilai rupiah terhadap dolar semakin melemah sampai hari ini. Bahkan nilai tukarnya hampir tembus Rp 16.000. Ini jelas membuat harga di Indonesia menjadi naik dan membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Kondisi nilai tukar di Indonesia berbanding terbalik dengan Negara Malaysia. Nilai tukar mereka tetap kuat di tengah permintaan dolar meningkat. Yah, bisa diartikan kinerja Presiden akhir-akhir ini menurun diakibatkan sibuk mengurus penyaluran bansos.
Belum lagi, di akhir masa jabatan seharusnya meninggalkan legacy yang baik. Justru Presiden secara tidak langsung mempermalukan dirinya sendiri, dengan ikut membagikan bansos, kunjungan kerja 5 hari di Jateng, ikut bersuara soal pilpres, dan kondisi jalan. Bahkan omongannya bertolak belakang dengan pernyataan sebelum masa kampanye.
Bukan tidak mungkin lagi, legacy Jokowi saat turun buruk. Sebab ikut campurnya dalam pilpers dengan secara tidak langsung mengampanyekan paslon 02. Padahal untuk berkampanye mengharuskan cuti dan tidak memakai fasilitas negara. Nyata, Presiden memakai mobil dinas mengacukan 2 jari dan membagikan bansos secara langsung di depan baliho capres 02.
Sudahlah Pak Jokowi terhormat, cutilah untuk berkampanye atau kembali netral dan melanjutkan tugas-tugasmu. Sebab jika nilai tukar rupiah terus melemah, akan terus terjadi inflasi dan membuat kebutuhan pokok dan selainnya akan mengalami kenaikan.
Kami tidak ingin harga kebutuhan naik seperti krisis tahun 98 atau pada masa-masa sebelumnya. Padahal dulu nilai tukar rupiah tahun 2000 tidak sampai Rp 10.000. Bahkan itu dapat dijaga hampir masa jabatannya habis, akan tetapi akibat terlalu disibukkan dengan pilpers juga membuat dolar meningkat kisaran Rp 2.500. Jadi lebih baik, Pak Jokowi tetapkan sikapnya. Supaya negara diurus dengan benar dan nilai tukar rupiah tidak melemah atau lebih baik menguat.
Salam berbagai,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar