Jumat, 27 September 2013

Nasib Nelayan

Oh Ibu, ketika kau hiasi kamar tamu dengan lampu permata
Kau tempatkan aku di belakang rumah
Gelap sendiri, di bawah ranting ketapang di samping kandang ayam

Temboknya bunyi karena angin
Atapnya bocor selagi hujan
Hanya ombak menghibur tanpa harapan

Karang karang setiap hari dipesan pemborong untuk pondasi
Ikan ikan tak ada lagi
Musim tak menentu lagunya telah ku hafal.

Dimana kamu Ibu, ketika aku mimpi diikat dan ditenggelamkan bersama rumah
Dimana kamu Ibu, ketika semua lomba naik Jet pribadi sementara jukung lubangku tanpa penolong
Dimana kamu.., tak mengapa aku tanpa Ibu, namun ikan ikanpun pergi tanpa mengingat kenangan mesra simbiosis mutualisme.
ikan ikan tangkapan semakin kecil dan sedikit (foto.fadlik)
Babak kedua modernisasi, ketika kisah lama abrasi intrusi
Investor mengeruk untung dari reklamasi bias konservasi.
Keserakahan telah mengalahkan hak azasi hidup biota.
Kemurkaan sang benar tak ditakutinya lagi.
Air air asin semakin menjauh karena yang dekat telah menjadi kotor dan tercemar
Sementara lukaku tambah infeksi dibuatnya, sambil menunggu waktu, tua, pesakitan dan mati.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Rabu, 25 September 2013

Indonesia Tanah Air Beta



Judul      : Indonesia Pusaka
Ciptaan  : Ismail Marzuki.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Minggu, 22 September 2013

Fungsi dan Manfaat Daerah Pesisir

Camera GARMIN Montana 650/Foto Hutan Bakau di Kecamatan Kuta

Di dalam batas laut dan darat biasanya juga terdapat daerah pasang surut, airnya sering dirasa payau. Dalam habitat ini terdapat banyak sekali keanekaragaman hayati, mulai dari burung pemakan ikan, ular pemakan burung, kepiting yang hidup di lumpur, udang udang, ikan yang melakukan pemijahan juga di beberapa tempat hidup hiu di daerah tersebut.

Adapun fungsi tempat ini adalah sebagai tempat hidup serta berkembang biak tumbuhan dan hewan, air juga mengatur keseimbangannya sebelum bermuara dilaut. Hutan hutan bakau yang tumbuh mampu menyerap air asin sehingga dikatakan sebagai filter sehingga mencegah abrasi dan intrusi air laut ke daratan.

Tempat ini bisa menjaga proses alami misalnya menyerap CO2 (Karbon dioksida), mampu mengendapkan lumpur sehingga menambat unsur hara dan racun.  Ketika dikatakan tempat ini kaya sekali akan keanekaragaman hayati maka sangat bermanfaat bagi manusia, ikannya dikonsumsi sehari hari, di beberapa daerah kayunya masih digunakan sebagai kayu bakar, tumbuh pula meranti, ramin, nibung, nipah. Dari nipah bisa juga menjadi produk olahan gula merah. Banyak sekali yang bisa kita peroleh dari kekayaan pesisir Indonesia.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Jumat, 20 September 2013

Seminyak, Bali

Seminyak, Bali (Foto : Fadlik via GPS GARMIN Montana 650)

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Rajungan

Rajungan yang masuk dalam jenis kepiting ini mendiami habitat laut.Rajungan ini dikenal dengan kepiting lumpur, ternyata Rajungan menjadi komoditas ekspor yang dijual sampai ke Amerika, hal ini terjadi karena rendah kolesterol. 60 persen dari hasil tangkapan diekspor melalui Singapura dan Jepang. Dulu saya berpikir bahwa Rajungan tidak bisa dimanfaatkan dengan cara dimasak atau lainnya, ternyata hal itu soal pengolahan saja sehingga bisa dikonsumsi.

Sementara Rajungan dalam bentuk olahan kalengan sampai diekspor ke Belanda. Komoditas ini menjadi urutan tertinggi ketiga yang diekspor setelah ikan dan udang. Mungkin Rajungan Bali belum dimanfaatkan dengan baik, mengingat masyarakatnya masih dikenyangkan dari sektor pariwisata.

Ternyata kandungan Rajungan lebih tinggi dari jenis kepiting lainnya, mm.. kebayang juga sih, memgingat Rajungan hidup di tempat yang sangat kaya dengan keragaman tempat, dari substrat pasir, karangsampai ke lumpur. Bayangkan saja Rajungan memiliki kandungan kalbohidrat. kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A dan Vitamin B1. Kandungan proteinnya 16-17g/100 g daging.

Rajungan (foto : Fadlik via GPS GARMIN Montana 650)
Hasil penelitian ini disimpulkan dari hasil perbandingan dengan sumber hewani lainnya seperti ayam, daging sapi dan telur. Keunggulan lainnya adalah kandungan lemak rajungan sangat rendah, pasti hal ini yang diincar sehingga orang orang Amerika yang notabene sebagai pekonsumsi daging terbesar kini memiliki pilihan lainnya agar hidup lebih sehat.

Akankah Rajungan yang berpotensi di hutan bakau Bali akan hilang, beriring keserakahan manusia dengan mengalih fungsikan hutan.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Kamis, 19 September 2013

Hutan Mangrove

Potensi alam yang melimpah kadang dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan kita tidak bisa menghitung berapa jumlah yang diberikan alam ke kita, oksigen yang bersih dari dedaunan, keragaman hayati bentos di lautan, sampai sebagai filter dari intrusi air laut yang masuk ke daratan karena hutan mangrove yang berfungsi sebagai filter untuk pulau tersebut.
Hutan Mangrove di Kecamatan Kuta (foto : Fadlik via GPS GARMIN Montana 650)

Hutan Mangrove tumbuh di daerah pasang surut di sekitar pantai yang komunitas tumbuhnya bertoleransi terhadap garam. Selain berfungsi menahan pulau dari abrasi pantai, menjaga air di darat agar tetap tawar, mencegah angin, tempat pemijahan, berkembang biaknya beberapa jenis ikan dan tsunami dan masih beberapa yang lainnya. Intinya hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting untuk penyangga kehidupan

Di beberapa daerah kawasan hutan mangrove sangat dimanfaatkan sebagai tempat penelitian, pendidikan, namun demikian tidak sedikit ancaman karena beberapa faktor seperti sampah, pencemaran air limbah, penebangan, sampai kealih fungsi hutan. Di Bali  terdapat 1.786 Ha luasan hutan Mangrove, meski tidak semuanya tertanami mangrove, belum lagi isu reklamasi yang makin mempersempit hutan Bali ke depan. Semoga kita semua lebih bijak menjaga alam, karena alam tak pernah meminta uang dari kebaikan yang telah ia lakukan.

Salam,
Fadlik

Kamis, 12 September 2013

Karena BOOMM

Tak ada tv
Tak ada jalan tol tak ada gedung menjulang
Hanya ada warna warni keriangan
Lalu dari atas menyelinap titipan, nyelup disuruh berat.

Semuanya tercengang, telur, saudara, predator, lawan bicara
Yang kemudian pagi itu mengutuknya dalam waktu yang sangat genting
Kemudian ledakan yang sama pabila nuklir, serasa atom di dada
Racun kimia hinggap sampai ke substrat bawah tanah

kemudian,
BOOMM !
Meledak membeli radius
Menguasai janji muluknya, membeli tv, menguasai jalan raya dan memiliki gedung menyentuh langit

Meski papan larangan
Teriakan terumbu karang
Pampangan klotok tanpa penerus.

Tidakkah ini janji belaka, hidup yang satu hirup
Terumbu karang hilang
Ikan ikan mengambang digerayangi burung pemangsa.

Coraknya pucat
Karena BOOMM ini hari


Salam berbagi,
F

Rabu, 11 September 2013

Mangrove dan ancaman

Hutan mangrove berdiri kokoh di tepi pantai, tentunya memiliki kegunaan untuk kita semua, hamparan pemandangan yang hijau pasti banyak dirindukan orang terlebih oleh orang yang penat dengan kehidupan kota. Bahkan hutan mangrove memberi lebih dari itu, secara fisik hutan ini berfungsi sebagai penahan angin, mencegah dari ancaman abrasi di pantai karena akar akar pohonnya yang kokoh.

Memasuki hutan mangrove kadang terasa kumuh dan banyak nyamuk, namun dibalik itu banyak kekayaan yang terkandung di dalamnya. hamparan mangrove berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan, udang udang, kepiting dan masih banyak lagi. Keindahan di hutan mangrove adalah keindahan yang lain dari biasanya, kalaulah untung kita bisa menlihat buaya muara, burung burung besar yang hinggap, monyet ekor panjang, pyton atau mungkin taliwongso dengan warna emas berbentuk cincin.
Hutan Mangrove di Pulau Serangan, Bali (foto.fadlik)
Hutan mangrove sering dipalingkan dari kehidupan kota yang sombong, kalau diatas kertas kota itu harus memiliki 40% lahan hijau, namun pada kenyataannya tidak demikian, hamparan mangrove dipangkas membuat jalan demi alasan kemacetan, alasan mumpung 5 tahun menjabatnya nggak dikasih tau. Isu lingkungan cuma sekedar kosmetik politik.

Saya mengajak semua dengan logika yang sederhana, bahwa kehidupan nelayan bisa sejahtera kalau habitat bakau, padang lamun dan terumbu karang terjaga, tidak dengan di bom, di potas atau hal lainnya yang merusak, di Bali saja 30 persen terumbu karang telah rusak,maka tak heran jikalau penghasilan nelayan juga menurun.

Mari kita semua menjaga habitat mangrove, saya sangat mengerti bahwa pembangunan menuntut perkembangan kota, tapi pastilah semua bisa disiasati dengan menjaga lingkungan terlebih dahulu, alasan lahan toh telah terpecahkan dengan membangun gedung tinggi, jadi biarlah pantai kami yang alami terus terjaga secara lestari.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Selasa, 10 September 2013

Opini Hulu Hilir

Berjalan menyusuri pantai di Bali dari Amed ke Bali Utara di Les, dari Kuta, Nusa Dua, Benoa sampai ke Serangan sambil melihat kehidupan nelayan lebih dekat. Terlihat komunal jukung diantara derasnya arus wisata yang semakin tak terbendungkan, terlebih mendengar isu Reklamasi Teluk Benoa yang semakin menguat antara Pro dan Kontra.Mari melihat lebih jernih tentang kehidupan dari hilir ke hulu.

Semenjak wisata berkembang, sawah sawah di Ubud lapaknya semakin sempit, dibayangi kehidupan petani yang kian mengkawatirkan, harga pupuk yang tinggi, pupuk pupuk yang tak ramah lingkungan, permasalahan subak yang kian mengkhawatirkan dan beberapa persoalan lainnya tentak kepelikan petani.

Sebanyak 600 mata air yang ada di Bali kini sekitar 200 sumber mata air yang ada. Hal ini disebabkan gundulnya lahan hijau dan swastanisasi air dan ada beberapa yang lainnya. Terlebih larangan membuang kotoran di sungai yang semakin hari semakin dilanggar dan tercemar. Walhasil beberapa tahun terakhir ini SMK Pertanian ditutup sementara SMK Pariwisata semakin banyak.

Dikehidupan masyarakat pesisir terlihat penginapan mewah dan sederhana menghiasi pemandangan, di sekitar pantai kedonganan banyak orang menjajakan ikan, yang menjadi pertanyaan apakah kualitas ikan semakin baik, pendapatan nelayan apakah bertambah dan lain sebagainya, hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi nelayan, pemerintah dan semua pihak yang masih memikirkan kehidupan pesisir.
Potret komunal nelayan di Bali utara (Foto.Fadlik)

Kita ambil saja sedikit kasus di Teluk Benoa, dimana terdapan banyak sandaran masyarakat pesisir karena menyimpan banyak lahan bakau yang begitu luas, sebagai tempat pemijahan ikan ikan kecil, padang lamunnya juga menjadi potensi bentos yang masih baik, namun ketika terjadi pengerukan, harta yang kita miliki berupa lamun dan bakau hilang, ini berarti menutup infestasi jangka panjang kehidupan nelayan.

Maka semakin jelaslah bahwa masyarakat nelayan terpinggirkan, padahal ketika kita mau jujur, permintaan ikan laut Bali sangat tinggi mengingat wisatawan yang bisa dikatakan tak pernah sepi. Semoga kita semakin arif dan bijak sana dalam memilih kehidupan Bali yang lebih baik.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman


Jumat, 06 September 2013

Cobalah

Reklamasi menjadi kata kunci untuk meyakinkan bahwa kami memiliki angan membangun daerah yang berkelanjutan. Kami memperhatikan lingkungan untuk itu kami memperbesar pulau, mengingat penduduk semakin banyak. Sepintas kata kata itu masuk dan terekam indah dalam angan prospek pembangunan. Namun semestinya tidak begitu.

Pemerataan penduduk menjadi problem yang harus dipecahkan, banyak orang ingin ke kota karena melihat pembangunan di tv tv, dengan iklan yang cantik cantik, sehingga banyak yang tertipu, kebanyakan orang nekat ke kota dengan tidak diimbangi dengan kemampuan, walhasil penduduk kota menjadi banyak dan pengangguran tak terelakkan.

Tidak hanya itu, faktor lain yang jauh lebih penting mestinya diperhatikan, beberapa Dinas dipemerintahan memperjuangkan untuk menekan perubahan iklim namun pada kenyataannnya pohon bakau akan digusur, padang lamun diuruk, pasir pasir yang berpeluang bisa ditanam terumbu karang buatan perlahan jadi kenangan.

Beberapa Dinas dari beberapa Kabupaten tidak edikit menganggarkan untuk pelestarian terumbu karang yang berkelanjutan sehingga berakibat langsung pada penghasilan nelayan, namun tidak pada sektor lain, wisata yang sudah dinilai cukup terus diperbesar tanpa memperhatikan faktor lingkungan lebih baik. AMDAL jadi mainan, orang orang menggunakan titelnya untuk meyakinkan bahwa ini tidak apa apa. Yang jelas nelayan langsung merasakannya, kemana mereka ketika penghasilan nelayan terus menurun, kualitas lingkungan bertambah buruk, tempat tempat publik, lahan lahan hijau disulap jadi tempat lain.

Hidup ini cuma sekali, dan kita semakin tua, cobalah untuk semakin arif dan bijaksana.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Kamis, 05 September 2013

Cerita tentang Ubi

Tanggal 19 Juli 2013 saya merapat di Banggai, salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Banggai Kepulauan. Alamnya indah, meski sebagian besar pulaunya adalah daerah kapur namun selalu saja ada kelebihannya dalam daerah yang penuh dengan keterbatasan, akses jalan yang kadang rusak, runtuhan pohon yang menghalangi jalan tidak menyurutkan kami untukmenghampiri daerah Lumbi lumbia yang menjadi pusat kota dari Kecamatan Buko Selatan.
Ubi Banggai yang kerap ditanam di kebun dan pekaangan (foto.fadlik)

Di sepanjang jalan menuju Lumbi lumbia banyak sekali pemandangan yang membuat saya takjub, pohon bakaunya yang masih terjaga dengan baik, nyiur melambai dibawa tiupan angin serta pemandangan jernih lautnya yang bisa dipandang sampai ke dasar. Pada saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan 1434 H.
Ubi Banggai

Tak terasa matahari ingin merapat keperaduan, sebentar lagi waktu berbuka akan tiba. Tak lupa dari ingatan suguhan di atas meja makanan khas Banggai, bentuknya seperti kue gemblong dengan gula merah membalutinya. Ketika digigit sedikit, rasanya renyah, tak tertahankan. Bapak Dominggu memberitahukanku bahwa itu adalah Ubi Banggai. "Gillaa.. luar biasa enak", makanan itupun habis tiga ku makan.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Kadal di Sulawesi

Kadal adalah hewan reptil yang berukuran kecil, hewan ini memiliki sisik lembut dan berkaki empat, bentuknya lebih besar dari cicak, seukuran toke namun lebih ramping dan panjang. Kerabatnya mencakup cicak, tokek, bunglon, biawak, iguana sampai saudaranya yang terbesar yakni komodo. Hewan ini biasanya hidup di atas tanah, serasah dengan seluruh tubuh berkilau.
 Kadal hijau yang ditemukan di Desa Sapelang Kecamatan Buko Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah (Foto : Firdha Amelia)

Kadal yang saya temui di Kabupaten Banggai Kepulauan berwarna hijau, bahkan ada yang berekor biru. Gerakannya cepat sehingga sulit ditangkap, menyelinap di dalam serasah daun kering, makanannya beragam, mulai dari buah buahan, serangga,amfibia, mamalia kecil, bahan nabadi dan banyak yang lainnya. Kadal yang kecil memakan lalat, nyamuk, ngengat,katak kecil dan kupu kupu, untuk itu tak heran jika kadal kita temui banyak ditumpukan sampah yang tak terurus.

Kadal Ekor Biru yang ditemukan di Desa Okumel, Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Banggai Kepulauan (Foto : Fadlik)

 Di alam ini ada juga kadal yang berbisa, namun kita yang hidup di Indonesia tak perlu khawatir, karena kedua kadal berbisa itu hidup di Mexico dan barat daya Amerika. Gigitan Kadal sebelumnya diyakini membawa pembengkakan dan iritasi, namun kita tidak perlu khawatir, bisa yang dikeluarkan Kadal keluar secara berangsur angsur melalui lendirnya, jadi tidak sama dengan gigitan ular berbisa yang langsung menyuntikkan taringnya ke sel otot atau syaraf yang dimangsanya.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman