"Dengan Mata Tertutup"
Resepsi pernikahan sore itu begitu meriah. Tawa, peluk hangat, dan iringan musik lembut menjadi latar suasana bahagia. Di tengah riuhnya hadirin yang bersalaman dan saling menyapa, seorang pria muda berpakaian rapi tiba-tiba menatap seseorang dari kejauhan. Seorang lelaki tua duduk tenang di pojok ruangan, menikmati secangkir teh, dengan wajah yang teduh dan senyum yang tak pernah lekang dari bibirnya.
Langkah pria muda itu terhenti sejenak. Napasnya tertahan. Matanya membelalak seolah menyaksikan sesuatu yang telah lama hilang dari memorinya.
"Itu… dia. Guru itu…"
Dengan langkah cepat namun penuh hormat, ia menghampiri lelaki tua itu. Lalu menyalaminya erat, bahkan terlalu erat.
“Assalamu’alaikum, Pak Guru. Apa kabar? Bapak masih ingat saya?”
Lelaki tua itu memandangi wajah di hadapannya, mencoba menelisik dalam ingatannya. Tapi ia hanya tersenyum dan menggeleng pelan.
“Maaf, Nak… sepertinya tidak. Siapa ya?”
Wajah pria muda itu sedikit berubah. Ada kegugupan dan keterkejutan.
“Masa sih Bapak tidak ingat saya…? Saya murid Bapak. Dulu di kelas 2 SMA…”
Dia terdiam sesaat. Matanya mulai berkaca-kaca. Lalu dengan suara yang sedikit bergetar ia melanjutkan:
“Saya… murid yang mencuri jam tangan salah satu teman di kelas. Ingat, Pak?”
Mata sang guru menyipit, mengingat-ingat. Tapi yang terlihat hanya tatapan kosong. Tak ada isyarat bahwa ia mengingat peristiwa itu.
“Waktu itu,” lanjut sang murid, “Teman saya menangis karena jam tangannya hilang. Bapak marah. Tapi Bapak tetap tenang dan penuh wibawa. Bapak menyuruh kami semua berdiri menghadap tembok, dan menutup mata. Bapak bilang akan memeriksa kantong kami satu per satu.”
“Saya… gemetar, Pak. Jantung saya nyaris copot. Saya yakin, habis sudah saya. Hari itu akan menjadi akhir dari harga diri saya. Saya akan dipermalukan. Dihina. Dicap sebagai pencuri, seumur hidup. Di depan teman-teman. Di depan guru-guru.”
“Tapi... Bapak memeriksa kami satu per satu, tanpa suara. Saat tiba giliran saya… Bapak mengambil jam itu dari kantong saya, tanpa sepatah kata pun. Tapi Bapak tetap melanjutkan memeriksa semua murid sampai selesai.”
“Setelah itu, Bapak menyuruh kami membuka mata. Dan… yang Bapak lakukan hanya mengangkat jam tangan itu dan menyerahkannya kepada pemiliknya. Tanpa menyebut nama pencurinya. Tanpa menyudutkan siapa pun. Tak satu pun kata keluar dari mulut Bapak tentang siapa pelakunya.”
Sang guru terdiam. Tapi lelaki muda itu terus berbicara.
“Bapak… sejak hari itu hidup saya berubah. Saya sadar. Saya merasa sangat berdosa. Tapi di saat yang sama, saya juga merasa... diselamatkan. Bapak tak hanya menyelamatkan wajah saya hari itu, tapi juga masa depan saya. Saya malu luar biasa, tapi Bapak tidak menjatuhkan saya. Justru karena itulah saya bertekad menjadi pribadi yang jujur, bekerja keras, dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan.”
“Sampai akhirnya saya berdiri di sini, Pak… sukses dalam hidup, insyaAllah, dan semua itu karena Bapak.”
Dia menghapus air matanya. Lalu berkata pelan:
“Bagaimana mungkin Bapak tidak mengingat saya?”
Sang guru menatapnya. Lalu tersenyum dengan mata yang kini ikut berkaca-kaca.
“Nak… aku tidak mengingatmu… karena saat aku memeriksa kalian satu per satu waktu itu… aku pun menutup mataku.”
Dia berhenti sebentar. Suaranya menjadi berat, tapi tenang.
“Aku tak ingin tahu siapa yang mencuri. Aku tak ingin kecewa. Karena aku mencintai kalian semua... tanpa syarat.”
Pria muda itu terdiam. Tangisnya pecah.
Orang-orang di sekitar mereka mungkin melihat dua sosok sedang berbincang dan tertawa kecil. Tapi tak seorang pun tahu: di sudut ruangan itu, sedang berdiri dua jiwa yang saling terikat oleh satu peristiwa sederhana namun penuh hikmah. Satu guru, yang memutuskan untuk menutup mata demi menjaga kehormatan muridnya. Dan satu murid, yang memilih jalan hidup baru karena kasih sayang yang tak terlihat tapi terasa begitu dalam.
Hikmah dari Kisah Ini:
1. Seorang guru bukan hanya pengajar, tapi pembentuk jiwa.
2. Terkadang, pengampunan lebih kuat daripada hukuman.
3. Kita tak selalu tahu seberapa besar dampak kebaikan kecil yang kita lakukan pada hidup seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar