Bali/9/10/2014. Yayasan Gaia Oasis di Kecamatan Tejakula melakukan kunjungan pendidikan lingkungan ke Sekolah, programnya unik, anak anak yang berjumlah 20 orang dari berbagai macam kelas tergabung dalam kelompok Gerakan Peduli Sampah (GPS). Gerakan ini berkumpul jam 3 sore setiap hari kamis di SMA 1 Tejakula.
Dari 20 anak yang biasa hadir kini hanya lima anak, maklum, banyak dari mereka terbentur upacara adat, namun demikian Nona yang menjalankan program ini tetap menyarankan agar informasi yang didapat pada pertemuan ini diberikan kepada rekan rekan yang tidak hadir.
Hari ini adalah hari yang spesial, mungkin karena lima anak diselingi beberapa orang orang yang berpengalaman, kami semua membentuk lingkaran ujar salah satu relawan dari sebuah Yayasan di Denpasar, usai membuat lingkaran kami membuat permainan yang menceritakan "apa kabar hari ini ?", dari ke 13 orang yang duduk dalam lingkaran. Nona memulai dengan menceritakan apa yang disenangi hari ini serta minggu lalu, beberapa orang dalam lingkaran mengungkapkan tentang pertemuan pertama pada kegiatan minggu lalu.
Duduk dalam lingkaran lima anak dari SMA 1 Tejakula antaralain Sri, Casi, Mega, Made serta Riska, sementara rekan rekan dari disiplin ilmu di antaranya adalah Ibu Bertina dari Alamanda, Ibu Nyoman, Nona, Louise asal Australia yang bekerja sebagai relawan di Sanur, Paul asal Jerman yang fasih berbahasa Indonesia serta Andri ahli ikan serta Putu Pariata salah satu inisiator Forum Tejakula.
Sore itu kami memulai pertemuan dengan berdoa, di tengah lingkaran Nona meletakkan kain yang telah dituliskan spidol dari beberapa anak anak di berbagai daerah seperti Jakarta, Sulawesi serta Bali tentang satu kata harapan, mimpi anak anak untuk hari depan yang lebih baik.
Usai berdoa dua helai plano tertata di atas kain. Masing masing orang yang duduk dalam lingkaran membuat sungai dengan nama dirinya dari hulu ke hilir, di samping sungai tersebut mereka menjelaskan manfaat serta fungsi sungai serta apa saja yang menjadi problem masalah sungai di tiap daerahnya.
Banyak cerita yang terungkap, mulai dari sungai di Padang dengan ikan larangannya, keramba keramba di salah satu sungai di Poso, sungai di Kalimantan, Australia, Jerman serta Sungai Bali yang hampir dikuasai dengan permasalahan sampah, longsor, pencemaran serta pendangkalan.
Isu sungai menjadi awal dari kajian biopori, karena salah satu yang menjadi kendala adalah keringnya sungai di musim penghujan karena resapan air tanah yang berkurang. Biopori menjadi salah satu solusi, salah seorang fasilitator membayangkan jikalau tiap rumah di Bali memiliki lubang lubang biopori yang berfungsi sebagai penampung sampah kompos tentunya, maka tidak ada sampah organik yang keluar dari rumah. Hal lain yang tak kalah manfaatnya, biopori juga berfungsi menjadi sumur resapan yang menaikan kelembaban tanah.
90 menit berlalu, tibalah saat praktek pembuatan lubang biopori, lima anak dari SMA semuanya mencoba, seolah tang ingin kalah dengan yang muda, Pari, Nona, Andre, Bertina mencobanya. Satu lubang biopori tercipta, Nona berharap agar setiap minggu anak anak menabung sampah di lubang tersebut.
Di tengah kemarau panjang yang berdampak krisis air, lima anak SMA mencoba memulai harapan, menuliskannya dalam ingatan, menguatkannya dalam tekad yang bulat, dua anak di antaranya berjanji membuat lubang di rumahnya, yang lainnya mengungkapkan untuk menyebarkan pengalaman ini kepadarekan rekannnya. Pertemuan yang memakan waktu dua jam ini memberi banyakinspirasi untuk memulai harapan Tejakula yang lebih lestari.
Salam berbagi,
Fadlik Al Iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar