Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan”
(QS. Al-Mu’min : 60). Setiap hamba pasti membutuhkan sesuatu yang
menopang kehidupannya, sehingga dia akan berusaha untuk meraihnya.
Ketika mereka tertimpa bencana, mereka pun bersimpuh dan memohon kepada
Allah Ta’ala agar dilepaskan dari marabahaya. Namun sangat
disayangkan, sebagian kaum muslimin justru terjerumus ke dalam
praktek-praktek kesyirikan tanpa mereka sadari karena berdo’a untuk
menggapai keinginan mereka itu.
Niat Baik Kaum Musyrikin
Dalam berdoa kepada Allah, kita tidak perlu melalui perantara, karena hal itu termasuk perbuatan syirik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan
mereka (kaum musyrikin) beribadah kepada selain Allah sesuatu yang
tidak sanggup mendatangkan madharat dan manfaat untuk mereka. Dan mereka
beralasan, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah’” (QS. Yunus : 18). Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan
orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong mengatakan,
‘Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka, melainkan hanya supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’ ” (QS. Az-Zumar : 3).
“Kami ‘kan bukan orang musyrik”
Kalau ayat-ayat di
atas kita sampaikan kepada para penyembah kubur para wali pada masa
kini, tentulah mereka akan mengingkari sikap kita dengan keras. Bisa
jadi mereka akan mengatakan, “Ayat-ayat tersebut ditujukan kepada
orang-orang musyrik yang memuja patung. Sedangkan kami ini bukanlah
pemuja patung. Kami sekedar menjadikan orang-orang shalih yang sudah
wafat itu sebagai perantara. Lantas bagaimana kalian ini kok menilai
orang shalih sama halnya dengan patung?!” Maka seorang muslim yang
benar-benar memahami tauhid tentu akan bisa menanggulangi syubhat (kerancuan pemahaman) mereka ini.
Apakah Kalian Mengingkari Syafaat ?
Dengan keterangan di
atas, mungkin ada orang yang bertanya kepada kita, “Apakah kalian
mengingkari syafaat? Yang saya lakukan ini bukanlah meminta kepada
selain Allah. Akan tetapi saya hanya mencari syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bukankah pada hari kiamat nanti beliau akan memberikan syafaat ?!” Maka
kita jawab pertanyaan mereka bahwa kita sama sekali tidak mengingkari
syafaat. Syafaat Nabi itu benar adanya. Akan tetapi, syafaat itu tidak
boleh diminta kepada Nabi yang telah wafat. Syafaat itu hanya boleh
diminta kepada Allah, karena syafaat itu memang hak-Nya. Allah Ta’ala menegaskan yang artinya, “Katakanlah, ‘Semua syafaat itu pada hakikatnya adalah milik Allah’ “
(QS. Az-Zumar : 44). Nabi tidaklah menguasai pemberian syafaat. Dan
syafaat juga tidak bisa memberikan manfaat untuk setiap orang. Syafaat
hanya akan bermanfaat bagi orang-orang yang bertauhid. Terdapat dua
syarat agar syafaat diterima. Pertama, diminta kepada Allah, bukan
kepada selain-Nya. Kedua, orang yang diberi syafaat termasuk orang yang
bertauhid (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan).
Tawassul, yang Terlarang dan yang Dibolehkan
Tawassul atau
mengambil perantara dalam beribadah kepada Allah dalam bentuk berdoa
kepada orang yang sudah meninggal atau tidak hadir adalah bentuk
kesyirikan. Namun, ada pula tawassul yang diperbolehkan, yaitu:
(1) Menyebut nama-nama atau sifat-sifat Allah pada permulaan berdoa
(dengan menyesuaikannya dengan permintaan yang dimohon, -ed) seperti
mengatakan,”Yaa Ghafuur, ighfirlii” (“Wahai Yang Maha
pengampun, ampunilah hamba”); (2) Meminta kepada orang shalih yang masih
hidup dan bisa memahami permintaan agar mendoaakan kebaikan baginya,
sebagaimana Khalifah Umar yang meminta tolong paman Nabi Al-’Abbas untuk
berdo’a bagi kaum muslimin; (3) Menyebutkan amal shalih yang pernah
dilakukannya sebagaimana kisah 3 orang yang terperangkap di dalam gua.
Faedah
Islam menghendaki agar kita hanya bergantung kepada Allah Ta’ala.
Islam menghendaki agar kita memahami hakikat sesuatu sebelum mengikuti
ataupun menolaknya. Islam menghendaki agar kita berpikir dan tidak
terjebak dalam kebekuan berpikir (kejumudan). Allah tidak membutuhkan
siapa pun sebagai perantara (wasilah) dalam hal ibadah. Di sisi lain, Allah juga mengangkat Rasul sebagai perantara (wasilah) untuk menyampaikan tata cara beribadah yang benar kepada-Nya. Barangsiapa yang mengingkari wasilah yang pertama, maka dia adalah seorang mukmin. Dan barangsiapa yang mengingkari wasilah yang kedua, maka dia kafir. Wallahu a’lam bish-shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar