Main ke Bandung nggak lengkap kalau nggak ke Mall untuk beli bubur ayam kemasan. Seminggu kemudian balik ke Kalimantan ngerasain durian dalam kemasan plastik yang bernama permen. Kemudian main ke pesisir yang banyak pohon kelapanya tapi teteep disajikan minuman dingin bermerek terkenal, lucunya rasa kelapa. Nggak tahan berapa lama pulang ke Jakarta minta dibuatin kopi jahe yang ternyata sama. Sekali aduk rasanya standar.
Apakah anda menemukan keanehan pada cerita saya, mungkin enggak ya.., atau mungkin lagi makan mie rasa soto yang diiris cabe sruput sruput nikmatnya selagi hujan. Uda nemuin belom maksudnya apa ?, mungkin belom juga ya.., oh ya.. bubur yang putihnya nggak ketulungan dengan rasa yang tiap harinya sama, durian juga gitu, ditambah dengan minum rasa kelapa yang manisnya nggak kuaat, bikin puyeng. Alih alih malah makan mie yang penuh dengan pengawet. Ditambah rokoknya mantep banget. Gilole.. (tiap hari tuh tembako rasanye same).
Tau kan ya kalau di mie tadi ada cabe ?, cabe aja rasanya berubah berubah, ada pedes banget saat musim kemarau, ada juga yang digigit berape linting nggak ngejepit di bibir (biasa.. curah hujan tinggi cuy). Anehnya mengapa semua makanan tadi rasanya sama, padahal musimnya nggak sama, tempat panennya juga beda beda alasannya adalah (karena standarisasi rasa). Saya percaya bahwa rasa yang berbeda beda akan ngaruh ke kita, gimana rasanya kita ngerasain yang kepedesan, buah yang sedikit uda dimakan codot dan lain sebagainya, yang jelas rasanya nggak ada yang sama.
Makanan sekarang semua sama gilanya, apalagi kalau inget zat pewarna, pemanis buatan, pengawet, bujug deh kalau diinget mungkin banyakan penyakitnya dibanding kandungan gizinya. Semua emang tergantung kita, mau milih yang mana. Sehat dengan makan minum yang berbeda rasa tanpa zat yang aneh aneh itu atau milih yang standar standar aja. Wahhasil jadinya standar hehe.. (motor kali ya.. distandar, nggak kemane mane).
Salam berbagi,
Fadlik Al Iman