Kamis, 28 Februari 2013

Rasa standar, standar rasa

Main ke Bandung nggak lengkap kalau nggak ke Mall untuk beli bubur ayam kemasan. Seminggu kemudian balik ke Kalimantan ngerasain durian dalam kemasan plastik yang bernama permen. Kemudian main ke pesisir yang banyak pohon kelapanya tapi teteep disajikan minuman dingin bermerek terkenal, lucunya rasa kelapa. Nggak tahan berapa lama pulang ke Jakarta minta dibuatin kopi jahe yang ternyata sama. Sekali aduk rasanya standar.

Apakah anda menemukan keanehan pada cerita saya, mungkin enggak ya.., atau mungkin lagi makan mie rasa soto yang diiris cabe sruput sruput nikmatnya selagi hujan. Uda nemuin belom maksudnya apa ?, mungkin belom juga ya.., oh ya.. bubur yang putihnya nggak ketulungan dengan rasa yang tiap harinya sama, durian juga gitu, ditambah dengan minum rasa kelapa yang manisnya nggak kuaat, bikin puyeng. Alih alih malah makan mie yang penuh dengan pengawet. Ditambah rokoknya mantep banget. Gilole.. (tiap hari tuh tembako rasanye same).

Tau kan ya kalau di mie tadi ada cabe ?, cabe aja rasanya berubah berubah, ada pedes banget saat musim kemarau, ada juga yang digigit berape linting nggak ngejepit di bibir (biasa.. curah hujan tinggi cuy). Anehnya mengapa semua makanan tadi rasanya sama, padahal musimnya nggak sama, tempat panennya juga beda beda alasannya adalah (karena standarisasi rasa). Saya percaya bahwa rasa yang berbeda beda akan ngaruh ke kita, gimana rasanya kita ngerasain yang kepedesan, buah yang sedikit uda dimakan codot dan lain sebagainya, yang jelas rasanya nggak ada yang sama.

Makanan sekarang semua sama gilanya, apalagi kalau inget zat pewarna, pemanis buatan, pengawet, bujug deh kalau diinget mungkin banyakan penyakitnya dibanding kandungan gizinya. Semua emang tergantung kita, mau milih yang mana. Sehat dengan makan minum yang berbeda rasa tanpa zat yang aneh aneh itu atau milih yang standar standar aja. Wahhasil jadinya standar hehe.. (motor kali ya.. distandar, nggak kemane mane).

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Rabu, 27 Februari 2013

Perenungan

Menghabiskan waktu pergi ke tempat yang indah merupakan dambaan setiap orang, dari kota yang serba sumpek dengan sampah yang kadang melimpah di sudut sudut jalan, lahan lahan kosong, pinggir sungai yang makin menggunng. Semua jadi masalah. Percaya atau tidak semua masalah yang ada pada kita diawali dari kita yang menganggap semuanya gampang gampang saja.

Buktinya sampah yang dibuang dari tangan tangan yang biasa, satu persatu membukit dan membentuk gunung di semua tempat. Hal ini juga terjadi pada saat kami menyusuri pantai utara Bali, ombak yang besar dimusim ini tak memungkinkan kami untuk berjalan di dekat pantai, sehingga kordinat dilencengkan sedikit 10-20 meter ke dalam.

Pantai di Bali memang sudah dikotak kotakan oleh kepentingan, ada yang membangun semuanya untuk pariwisata sehingga melupakan kepentingan yang lainnya, yang jadi korban adalah lahan lahan kosong yang sebenarnya terbilang relatif alami, lahan ini menjadi tempat pembuangan sementara atau bahkan disengaja dibuang disitu untuk kemudian dibakar atau ditimbun untuk membuat gundukan tanah sehingga menjadi lebih tinggi. Walhasil kami telusuri sisa hutan yang berbau, tanpa kenyamanan melintasinya. Semoga bisa menjadi perenungan, bahwa polusi bukan hanya dari kendaraan tapi juga dari sampah.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Melihat Sanur Lebih Dekat

Pantai yang terletak di sebelah timur Bali ini sudah sangat lama dikenal sebelum pantai lainnya seperti Kuta, Amed, Seminya dan lainnya. Posisinya juga cukup strategis, di dekat pusat Kota Denpasar. Setahun sekali ada festival disini. Biasanya festival dilaksanakan selama sepekan, banyak kemeriahan yang tampak. Festival ini semakin lama semakin terkenal. Sanur menjadi salah satu incaran para pelancong.

 Seiring dengan perkembangam masyarakat, seiring itu pula bisanya lahan yang asri berubah menjadi beton, semua yang dulu bersih perlahan dibumbui sampah yang sentah darimana dan siapa yang melakukannya. Jikalau ini terus berlanjut maka jangan heran jikalau banyak pelancong yang memilih tempat lain untuk berwisata.

Masalah lainnya juga semakin sempitnya lahan untuk parkir jukung atau perahu nelayan lokal, hampir semua tanah di tepi pantai semuanya milik infestor yang ingin mengembangkan bisnisnya, dibukanya cafe cafe, santapan lezat cepat saji, tampa memikirkan ikan ikan yang dimakan sesungguhnya berasal darimana. Nelayan juga butuh dukungan untuk hidup, marilah bersama sama hidup selaras dengan memikirkan keragaman rantai kehidupan yang lebih luas, hingga kita bisa lebih harmonis membangun bali yang lebih lestari.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Made's Art Studio

Tak ada rotan akar pun jadi, pepatah tadi merupakan kata yang pantas untuk melambangkan kreatifitas pemahat yang cukup terkenal di Penuktukan. Semula Made membuka usahanya di Ubud, namun justru di tanah kelahirannya di Penuktukan banyak membawa berkah untuk usahanya. Pengkarakterannya pada seni pahat akar kelapa hingga dikenal ke Mancanegara. Namun sayang usahanya ini belum banyak dipublikasikan.
Tidak hanya pehat kayu kelapa, Made juga memiliki keahlian yang lain yakni dengan membuat patung dari pasir, semen, batu dan lainnya meski kadang diberikan ke kawan yang sudah dia kenal sehingga kualitasnya tetap terjamin. Di Penuktukan banyak yang dapat dieksplorasi, banyak kekayaan alam yang harusnya dipakai secara lestari.

Selain itu Made juga bisa bermain musik rindik bambu, jikalau ada tamu Made kerap menerima panggilan untuk mengisi alunan dari suara rindiknya. Biasanya biayanya dibayar perjamdan pasti terjangkau, terlebih biasanya Made dipanggil pada acara yang melibatkan banyak orang, jadi kalau anda mau melihat orang multi talenta dari Penuktukan, mampirlah ke Made's Art Studio yang langsung dimilikinya. Langsung aja ke :

Made's Art Studio
Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula
Kabupaten Buleleng - Bali.


Salam berbagi,
Fadlik Al Iman



Sabtu, 16 Februari 2013

Serangan


Serangan adalah sebuah pulau yang ada di selatan Bali, namun sekarang ini pulau itu dihubungkan oleh jalan yang lebar sehingga menyatu dengan pulau Bali. Pulau ini amat tenang, dahulu jarang sekali lampu lampu ada disini sehingga banyak penyu yang mendarat disini. Pulau ini terkenal dengan sebutan pulau penyu. Seiring dengan berjalannya waktu, kini banyak sekali penduduk, kebutuhan akan hidup beriring dengan kebutuhan listrik yang semakin banyak sehingga penyu jarang sekali mendarat di pulau ini. Namun demikian ada tempat pelestarian penyu di pulau ini.

Lautan yang jernih, ombak yang berbuih putih tidak perlu jauh jauh diperolah, dari Denpasar kita bisa pergi ke Serangan. Dahulu banyak sekali terumbu karang disini, banyak para nelayan yang mendapatkan hasil laut berlimpah, di tahun 80-90an di sekitar pantai diurug, banyak terumbu karang yang semakin tidak terlihat. Hal ini berakibat nelayang harus jauh jauh melaut untuk mendapatkan ikan. Terumbu karang hilang, mengakibatkan ikan ikan sulit didapatkan.

Di pulau Serangan juga kita bisa menjumpai petani rumput laut. Pada musim musim ombak besar rumput laut susah sekali dikembangkan, namun bukan hanya itu, kini nelayan di pulau Serangan memang sulit merawat rumput lautnya, hal ini dikarenakan kualitas airnya yang kurang bagus, lahan lahan untuk rumput laut juga sudah terpakai untuk jalur lalu lalang perahu yang akan mendarat dan melaut. 

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Sabtu, 02 Februari 2013

Belajar aktif

banyak sekali ilmu pengetahun dan mesti disampaikan. Namun kadanga dalam penyampaian itu sama sekali tidak diminati lawan bicara, murid dan lainnya. Hal ini mesti ditelusuri kenapa terjadi demikian. Banyak orang menyampaikan dengan cara yang monoton sehingga meski informasinya berbeda namun penerima informasi merasakan bahwa itu sama saja dengan hal hal yang sebelumnya. Mungkin kita perlu mengamati dan sedikit merubah metode dalam proses pembelajaran.

Salah satu caranya adalah dengan bermain peran, infor masi yang akan kita beri tahu mungkin sudah diketahui lawan bicara kita, saya teringat pada seorang teman yang pada waktu itu sangat aktif sekali melakukan pendidikan lingkungan. Kata yang keluar dari mulutnya selalu "eh tau nggak si lu ?". Ada yang jawab tau lalu dia menimpalkannya dengan sebutan "apa ?", "dimana ?" dan lain sebagainya. Dari kejadian ini kita bisa simpulkan bahwa semua bisa berperan sebagai sumber informasi. Ketika seseorang dihargai atau diakui dalam suatu komunitas maka dia perlahan akan menjalankan eksistensinya secara terus menerus.
 
Pembelajaran anak dalam berbagi peran di Kalimantan

Dengan sedikit berpikir kita pasti bisa menemukan metode yang terbaik untuk belajar lebih aktif. Ada satu ungkapan yang mengatakan ketika ada gergaji tumpul yang terus dipaksa untuk membelah benda maka akan lama penyelesaiannya, mungkin sebelumnya kita perlu berfikir sambil melihat apakah gergaji itu sudah tajam atau belum, kalaulah belum maka kita terlebih dahulu mengasahnya.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman

Jumat, 01 Februari 2013

Mt. Kenya

Mt. Kenya 2001



Warna terik yang bersahaja, sementara dari kejauhan terlihat titik putih menyerupai intan di mahkota. Gunung ini bergerigi bagai mahkota dewa. Tak putus putus pandangan saya lapangkan menuju puncak, sambil gumam dalam hati. Akankah sampai di puncaknya. Abdul Azis yang memegang dokumentasi juga terus melihat obyek obyek yang kiranya bisa didokumentasikan.

Roda empat terus meninggi melipiri punggungan menuju pintu masuk Taman Nasional Mt. Kenya. Tanahnya yang merah, mirip sekali dengan warna tanah yang mengelilingi lapangan bola di Senayan. Saya yakin doa kawan kawan di Jakarta akan terus dipanjatkan untuk kami agar tetap meneruskan misi pendakian ini sampai selesai.

Beberapa hari yang lalu kami memang telah mendaki gunung yang kami tuju yakni gunung Kilimanjaro, namun menurut cerita gunung ini juga sama resikonya. Setelah selesai mendaftar di tempat pendaftaran kami terus berjalan mengikuti jalan tanah yang lebar penuju camp berikutnya. Matahari begitu bersahabat, mataharinya sama dengan yang kami lihat di Jakarta, panasnya sama, senyumnya sama, semoga dia juga mendoakan perjalanan kami.

Salam berbagi,
Fadlik Al Iman